PENGADILAN Negeri (PN) Kota Pematang Siantar, menggelar sidang perdana Robert Edison (RE) Siahaan – mantan Wali Kota Pematang Siantar – yang menggugat perdata Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Cq Kepala Kantor BPN Kota Siantar dan ahli waris dari almarhum Esron Samosir di ruang Cakra, Rabu (23/08/2023).
Sidang dengan Ketua Majelis Hakim, Renni Pitua Ambarita SH, bersama hakim anggota, Nasfi Firdaus SH dan Katerina Siagian SH tersebut, akan dilanjutkan pada 6 September 2023, dikarenakan pihak KPK, BPN dan ahli waris almarhum Esron Samosir tidak hadir di gelar sidang perdana tersebut.
Renni Pitua Ambarita menyebutkan, kepada pihak KPK, PN Pematang Siantar sudah menyampaikan surat agar menghadiri persidangan.
Poldasu amankan 5 tersangka pembobol mesin ATM antar PROVINSI
“Kami sudah melakukan pemanggilan,” kata Renni Pitua Ambarita sembari menjelaskan panggilan itu tertanggal 24 Juli 2023, yang diterima Irwan.
Pihak BPN juga sudah diundang, namun tidak diketahui siapa penerima surat. Sementara ahli waris almarhum Esron Samosir, tidak sampai undangan, karena alamat tidak jelas.
Pada persidangan tersebut, ketua majelis harus menskors sidang karena kuasa hukum dari Perkumpulan Sumut Watch yang mendampingi RE Siahaan, yakni Daulat Sihombing dan Miduk Panjaitan, diminta untuk mengajukan permohonan terkait perubahan alamat ahli waris almarhum Esron Samosir.
Satu-satunya tergugat yang hadir pada sidang yang dilanjutkan pada pukul 14.00 WIB tersebut, hanya kuasa hukum dan pihak dari Kementerian Keuangan Cq Kepala Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Kota Siantar.
Juru Bicara PN Kota Siantar, Rahmat Hasibuan mengatakan, alasan Pimpinan KPK, Kepala KPKNL Kota Siantar dan Kepala BPN Kota Siantar tidak hadir di persidangan, sama sekali tidak diketahui.
Lima alasan
Menurut Daulat Sihombing, tindakan penyitaan/perampasan, jual beli secara lelang, pengalihan hak dan penerbitan sertifikat pengganti yang dilakukan Para Tergugat, merupakan perbuatan melawan hukum berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata.
Alasannya, pertama karena putusan perkara RE. Siahaan baik mengenai pidana pokok maupun pidana tambahan uang pengganti telah tuntas dieksekusi dengan pidana penjara 12 tahun yang meliputi pidana pokok 8 tahun dan pidana tambahan uang pengganti selama 4 tahun penjara karena RE Siahaan tidak membayar pidana tambahan uang pengganti Rp7.710.631.000,00.
Wali Kota serahkan bantuan kepada korban kebakaran dan tanah longsor
Kedua, Surat KPK RI berupa Surat Perintah Penyitaan Dalam Rangka Eksekusi Pembayaran Uang Pengganti Nomor: Sprin.PPP-01/01-26/Ek.S/05/2015, tanggal 29 Mei 2015, mengutip secara berbeda atau tidak sesuai dengan putusan Pengadilan.
Ketiga, tanah dan bangunan milik Penggugat dalam SHM No. 302 Tahun 2004, tidak merupakan barang sitaan atau rampasan dari penyidikan, penuntutan dan peradilan dan juga tidak merupakan bagian dari objek putusan pengadilan.
Keempat, tindakan Para Tergugat melanggar atau bertentangan dengan asas kepastian hukum.
Kelima, harga lelang atas tanah dan bangunan milik Penggugat sebesar Rp6.031.535.000,00 tidak patut dan tidak adil terutama dibandingkan harga pasar Rp12.500.000.000,00 s/d Rp15.000.000.000,00.
Miliki 71 ton solar tanpa Izin, Polda Sumut tetapkan AN tersangka
Tuntutan Petitum
Berdasarkan hal itu, Daulat Sihombing dalam petitum gugatannya menuntut beberapa hal diantaranya agar Majelis Hakim menyatakan tindakan Tergugat I yang menerbitkan Surat Perintah Penyitaan Dalam Rangka Eksekusi Pembayaran Uang Pengganti Nomor: Sprin.PPP- 01/ 01-26/Ek.S/05/2015, tanggal 29 Mei 2015 dan Berita Acara Penyitaan Dalam Rangka Eksekusi Pembayaran Uang Pengganti Nomor: BA-01/26.Ek.3/06/2015, tertanggal 10 Juni 2015, dengan mengutip amar putusan pidana tambahan uang pengganti atas nama Robert Edison Siahaan secara berbeda dan tidak sesuai dengan putusan Pengadilan adalah perbuatan melawan hukum.
Menyatakan tindakan Para Tergugat berdasarkan Surat Perintah Penyitaan Dalam Rangka Eksekusi Pembayaran Uang Pengganti Nomor: Sprin.PPP- 01/ 01-26/Ek.S/05/2015, tanggal 29 Mei 2015 melakukan penyitaan/perampasan, jual beli secara lelang, pengalihan hak dan penerbitan sertifikat pengganti atas tanah dan bangunan milik Penggugat, merupakan perbuatan melawan hukum.
Menyatakan Surat Perintah Penyitaan Dalam Rangka Eksekusi Pembayaran Uang Pengganti Nomor: Sprin.PPP- 01/ 01-26/Ek.S/05/2015, tanggal 29 Mei 2015 dan Berita Acara Penyitaan Dalam Rangka Eksekusi Pembayaran Uang Pengganti Nomor: BA-01/26.Ek.3/06/2015, tertanggal 10 Juni 2015, tidak sah dan tidak berkekuatan hukum. Menyatakan SHM No. 302 Tahun 2016 an. Esron Samosir yang kemudian dipecah menjadi SHM Nomor: 468/2017, SHM Nomor: 469 Tahun 2017, SHM Nomor: 470 Tahun 2017, SHM Nomor: 471 Tahun 2017, tidak sah dan tidak berkekuatan hukum.
Menghukum Para Tergugat secara tanggung renteng untuk membayar secara sekaligus kerugian Penggugat berupa kerugian materil sebesar Rp.15.250.000.000,00 yang meliputi kompensasi kerugian atas hilangnya tanah dan bangunan milik Penggugat dan biaya pengurusan perkara, ditambah kerugian immateril sebesar Rp30.000.000,00, total Rp45.250.000.000,00.
Menghukum Para Tergugat untuk mengembalikan kepada Penggugat tanah seluas 702 M2 berikut bangunan diatasnya dalam SHM No. 302 Tahun 2016, SHM Nomor: 468/2017, SHM Nomor: 469 Tahun 2017, SHM Nomor: 470 Tahun 2017, SHM Nomor: 471 Tahun 2017, dengan ketentuan jika Para Tergugat mengembalikan objek sengketa kepada Penggugat maka besaran kompensasi kerugian Penggugat akan diperhitungkan berdasarkan rasio kekurangan dan kelebihan.
Menyatakan sita jaminan atas tanah seluas 702 M2 dan bangunan di atasnya yang terletak di Jalan Sutomo No. 10, Kelurahan Proklamasi, Kecamatan Siantar Barat, Kota Pematangsiantar sebagaimana tersebut dalam SHM No. 302 Tahun 2016, SHM No. 468 Tahun 2017, SHM No. 469 Tahun 2017, SHM No. 470 Tahun 2017 dan SHM No. 471 Tahun 2017, adalah sah dan berharga.
Di akhir rilisnya, Daulat Sihombing menuliskan bahwa “prinsip penegakan hukum haruslah dilakukan dengan aturan hukum.” (Ingot Simangunsong/***)