DALAM dunia kesehatan, darah kotor atau deoxygeneted blood, disebabkan tingginya kadar karbondioksida dalam darah.
Dikutip dari artikel yang ditinjau dr. Rizal Fadly, Halodoc, edisi 11 November 2021, dijelaskan, tanpa darah oksigen dan nutrisi dari makanan tidak dapat diedarkan ke seluruh tubuh, dan seluruh jaringan serta organ di dalam tubuh, tidak dapat berfungsi secara normal.
Melihat begitu pentingnya pembuangan darah kotor itu, Inggrid Herlina Hutabarat (58), ibu dua anak, sejak tujuh tahun lalu, telah menggagas dan melakukan gerakan buang darah kotor (GBDK) di Kota Medan.
Bergerak dari satu tempat ke tempat lainnya di Kota Medan, tanpa melihat latar belakang suku, agama, ras, dan antar golongan, dia melakukan GBDK tanpa memungut biaya.
Hal itu disampaikan Saut Situmorang, koordinator GBDK kepada media, saat ditemui di sela-sela pelaksanaan GBDK, Senin (07/08/2023).
“Bu Inggrid bukan hanya menggratiskan pelayanan kesehatan untuk membuang darah kotor yang ada di dalam tubuh, juga memberikan asupan bergizi berupa madu, susu dalam kemasan sachet, dan juga minyak ikan salmon dalam bentuk kapsul, terutama bagi yang sudah berusia 35 tahun ke atas, juga diberikan madu khusus anak usia sekolah, termasuk yang sudah SMA,” kata Saut.
Rata-rata per kegiatan, jumlah peserta 20 hingga 30 orang, yang didata untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan yang bisa berdampak fitnah dan pidana.
“Kita setiap melakukan kegiatan ini mempersiapkan dua tenaga para medis untuk pengukuran tensi dan hemoglobin atau HB, dua pendata adminstrasi maupun untuk pelayanan lainnya. Bila HB dan tensinya rendah atau terlalu tinggi, kita menyarankan untuk ditunda dulu pembuangan darah kotornya. HB di atas 17 atau di bawah 11, kita tunda. Begitu juga untuk tensi, kalau 140 ke atas atau 100 ke bawah, juga akan ditunda,” kata Saut.
HARI KEDUA Turnamen Kiyam CLUB NAGA HITAM, FC Baja taklukkan FC Mancay 10-7
Caleg DPRD Sumut
Disinggung soal hubungan kegiatan GBDK dengan pencalonan Inggrid Herlina Hutabarat sebagai calon legislatif (Caleg) DPRD Sumut di daerah pemilihan Medan B dari Partai Gerindra, penilaian itu hal biasa dan lumrah. Terlebih menjelang tahun politik.
“Jauh sebelum Bu Inggrid Hutabarat maju menjadi Caleg, sudah melakukan kegiatan kemanusiaan ini. Jadi tak perlu ditanggapi penilaian itu. Apa salah bila ada orang yang ingin berbuat baik kepada orang lain tanpa pamrih? Biar saja masyarakat pemilih yang menilainya, sebab merekalah yang tahu, siapa yang akan mereka pilih untuk wakilnya di DPRD Sumut,” kata Saut.
Terpisah, Inggrid Herlina Hutabarat yang bersuamikan marga Hutagalung itu, saat dihubungi melalui telepon seluler, mengaku kegiatan GBDK telah lama dilakukannya.
“Sudah lama saya lakukan kegiatan itu. Dan bukan hanya buang darah kotor itu saja, tapi untuk totok pembuluh darah pun sudah sering saya lakukan bagi orang-orang yang bersedia. Itu bagian dari niat saya mewujudkan masyarakat yang sehat di Sumatera Utara ini. Dan semua itu saya lakukan tanpa membebani biaya. Saya memakai tenaga para medis dari PMI atau pun dari Puskesmas. Semua pesertanya kami data berdasarkan data identitas resmi yang dimilikinya,” kata Inggrid, yang merupakan salah satu pengusaha sukses di Sumut.
Ikuti Rainas XII, Wali Kota: “Pematang Siantar berperan aktif memajukan Gerakan Pramuka”
Dikatakan Inggrid, motivasinya yang rutin melakukan GBDK, untuk meminimalisir jumlah penderita stroke atau serangan jantung, khususnya di Kota Medan.
Baginya, dipercaya atau tidak nantinya sebagai legislator di Sumut, itu bukan menjadi tujuannya. Sebab, berbuat baik bagi sesama adalah sebuah kebahagiaan bagi dirinya.
“Saya melakukan ini bukan memilih komunitasnya. Ada pengusaha etnis Aceh yang sukses di Medan yang rutin membuang darah kotornya. Ada pengusaha Cina. Uskup Medan juga sudah berulang kali menjadi peserta kegiatan ini. Begitu juga para ustazd maupun ephorus beberapa gereja di Medan, juga sudah menjadi peserta kegiatan buang darah kotor yang rutin kami lakukan. Jadi kami tulus melakukan kegiatan ini karena sangat bermanfaat bagi kesehatan setiap orang. Kami tidak melihat strata sosial maupun latar belakang sosial lainnya,” kata Inggrid. (Sipa Munthe/***)