TAHUN 2022, Kementerian Komunikasi dan Informatika mencatat, jumlah korban penipuan online mengatasnamakan bank mencapai 130 ribu orang.
Kini, ada kasus saldo di tabungan tiba-tiba lenyap padahal tidak melakukan transaksi apa pun.
Fenomena uang hilang tiba-tiba itu, disebut CARDING—kejahatan siber yang memakai data pribadi dari kartu debit atau kartu kredit orang lain untuk melakukan transaksi di online merchants.
Cyber Security Researcher&Consultant, Teguh Aprianto, menyampaikan, carding adalah salah satu dari banyak kejahatan di industri perbankan.
“Jika kita bicara spesifik hanya berkaitan dengan transaksi yang melibatkan kartu, maka carding adalah salah satunya. Jika kita bicara tentang transaksi yang dilakukan yang melibatkan industri perbankan, maka banyak cara yang bisa digunakan. Salah satunya adalah penipuan menggunakan berbagai macam aplikasi palsu yang menyasar pengguna smartphone,” kata Teguh Aprianto seperti yang dilansir kumparan.com.
Sumut Watch: “5 alasan mantan Wali Kota Pematang Siantar gugat KPK Rp45 miliar lebih”
Bisa dibilang kejahatan siber yang menggunakan modus operasi transaksi tidak sah seperti carding memang marak terjadi di mana pun di seluruh dunia dan bisa terjadi pada setiap orang tanpa terkecuali.
SALAH SATU hal yang memungkinkan terjadinya kejahatan ini adalah teknik social engineering.
Sampai sekarang modus ini masih terus digunakan para penipu untuk mendapatkan informasi data pribadi korban.
“Social engineering adalah rekayasa sosial yang biasanya digunakan untuk memanipulasi korban, agar tanpa disadari korban akan memberikan sesuatu yang diminta oleh pelaku. Dalam proses ini, pelaku akan menggunakan berbagai macam cara dan media agar terlihat sangat meyakinkan,” jelas Teguh Aprianto.
Dari modusnya, carding bisa terjadi dalam produk perbankan mana pun apabila si penipu sudah mendapatkan data informasi pribadi korban; tanpa terkecuali apakah produk tersebut dari keluaran bank konvensional maupun bank digital.
Secara individual dan kelompok
Kejahatan carding sebenarnya dilakukan secara individual maupun berkelompok. Bahkan, mereka aktif berkomunikasi dan berdiskusi terkait aktivitas mereka.
Pelaku kejahatan carding pun juga banyak ditemukan di Indonesia. Bahkan, baru-baru ini Direktorat Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Bali menangkap pelaku kejahatan carding yang melakukan pencurian 1.293 data kartu kredit.
“Biasanya setelah mendapatkan informasi kartu kredit atau debit curian tersebut, para pelaku menggunakannya antara lain untuk mendukung gaya hidup, menyediakan jasa seperti pemesanan tiket pesawat dan hotel dengan potongan harga hingga 50 persen, bahkan sampai menjual data kartu kredit atau debit curian itu dengan harga murah,” jelas Teguh Aprianto.
Di Amerika Serikat, praktik seperti ini juga dilakukan. Seperti yang pernah dilakukan AlphaBay, sebuah marketplace yang beroperasi di dark web yang menjual banyak barang dan jasa ilegal salah satunya adalah kartu kredit atau debit curian. Situs ini akhirnya ditutup dan disegel oleh aparat penegak hukum pada tahun 2017.
MALAM HARI, Tim Emergency Perumda Tirta Uli Pematang Siantar siasati pipa bocor di Simpang BDB
Kejahatan siber yang terorganisir ini membuat kita sebagai masyarakat global kerap berhati-hati dalam menyimpan data pribadi. Jangan sampai membuat mereka mendapat data pribadi yang nantinya bisa disalahgunakan.
“Amerika Serikat adalah negara paling banyak terjadi kasus kejahatan carding. Menurut laporan Consumer Sentinel Network yang diterbitkan oleh FTC (Federal Trade Commission) kasus kejahatan carding terjadi di Amerika Serikat dengan total 389.737 laporan pada 2021 lalu meningkat menjadi 441.822 pada 2022. Dengan total kerugian diperkirakan sebesar 482 triliun pada 2021,” tambah Teguh Aprianto.
Menjadi tugas bersama
Memerangi kejahatan siber seperti carding menjadi tugas kita bersama sebagai masyarakat global. Ditambah lagi belum semua merchant di dunia, termasuk Indonesia, turut memakai fitur 3D Secure
Jadi, yang bisa kita lakukan adalah menjaga data pribadi sebaik mungkin, jangan sampai bisa dicuri oleh orang lain.
Peran aktif dari nasabah pun sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya carding. Karenanya, nasabah perlu waspada akan jenis-jenis kejahatan siber terkini yang mengincar data pribadi yang bersifat rahasia.
PERNYATAAN Rocky Gerung, Ketum Prasatya: AMORAL dan TAK BERADAB
Teguh Aprianto pun mengatakan, jika para nasabah tidak teredukasi dengan baik atau lengah, maka dengan mudah akan menjadi korban dari aksi para pelaku ini.
“Sebaliknya, jika para calon nasabah ini teredukasi dengan sangat baik dan selalu teliti, maka mereka akan terhindar dari berbagai aksi penipuan yang akan sangat sering terjadi di Indonesia ke depannya,” katanya. (Kumparan.com/***)