Oleh | Sutrisno Pangaribuan
PERTEMUAN Menteri Pertahanan RI, Letnan Jenderal TNI Purnawirawan Prabowo Subianto, Ketum sekaligus Capres Partai Gerindra dengan Walikota Surakarta, Gibran Rakabuming Raka, putra Presiden Joko Widodo, kader PDI-Perjuangan, sejatinya pertemuan biasa antara wakil pemerintah pusat dengan pemerintah daerah.
Wedangan di angkringan Omah Semar, Surakarta, diawali dengan pertemuan empat mata Prabowo dan Gibran.
Lalu sekelompok orang yang menyebut dirinya relawan Jokowi dan Gibran se Jawa Tengah dan Jawa Timur, datang dan menyatakan dukungan.
Mereka menyatakan lebih memilih Prabowo ketimbang Ganjar, karena Prabowo dianggap satu-satunya Capres yang terang-terangan memberikan komitmen untuk meneruskan program Presiden Jokowi.
Wedangan dengan bonus dukungan membuat Prabowo sumringah. Sementara pendukung Ganjar marah, karena menganggap Gibran terlalu jauh melangkah.
Sekjend DPP PDI-P, Hasto Kristianto bahkan dengan segera memanggil Gibran ke Jakarta. Seketika jagad politik Indonesia hangat pasca wedangan Prabowo dengan Gibran.
Senin pagi (22/05/2023) Gibran yang seharusnya melaksanakan tugas sebagai Walikota Surakarta diperintah harus hadir di DPP PDI-P.
Perintah tersebut sepertinya berhubungan dengan aksi pernyataan dukungan sekelompok relawan Jokowi dan Gibran kepada Capres Prabowo bersamaan dengan “wedangan” keduanya.
Dari peristiwa tersebut, Kongres Rakyat Nasional (Kornas) menyampaikan pandangan sebagai berikut:
PERTAMA, bahwa Gibran, Walikota Surakarta menunjukkan dirinya sebagai tuan rumah yang baik dengan menerima kunjungan dari siapapun di kotanya.
Selain dengan Prabowo, Gibran pernah bertemu dengan tokoh-tokoh seperti Megawati Soekarnoputri, Puan Maharani, Airlangga Hartarto, Erich Thohir, Sandiaga Uno, hingga Anies Baswedan.
Buntut proyek jalan provinsi Rp2,7 triliun, Kadis BMBK Sumut DICOPOT
KEDUA, bahwa Gibran Rakabuming Raka, Walikota Surakarta, hakikatnya adalah manusia merdeka. Maka tidak fair dan tidak adil jika setiap tindakannya selalu dianggap mewakili sikap Presiden Joko Widodo, ayahnya.
Jika banyak tokoh mendatangi Gibran untuk kepentingan apa pun tidak boleh dikaitkan kepada Presiden Jokowi. Maka segala bentuk akibat yang muncul dari tindakan Gibran sebagai Walikota Surakarta, harus menjadi tanggung jawab dirinya sendiri, bukan ayahnya.
KETIGA, bahwa deklarasi dukungan relawan Jokowi dan Gibran se Jawa Tengah dan Jawa Timur kepada Capres Prabowo adalah hal biasa.
Relawan memiliki kebebasan untuk memilih sosok yang dianggap lebih baik. Kemerdekaan berserikat dan berkumpul dan kebebasan menyatakan pendapat adalah hak setiap warga negara yang dijamin konstitusi.
KEEMPAT, bahwa relawan Jokowi dan relawan Gibran tidak memiliki kewajiban untuk mendukung Capres Ganjar.
Mereka berhak menentukan sikap terkait Capres yang dianggap mampu menjawab kepentingan dan kebutuhan mereka.
Pendukung Capres Ganjar hendaknya tidak menyampaikan pernyataan-pernyataan yang mendiskreditkan, melemahkan relawan Jokowi dan Relawan Gibran yang telah mendukung Prabowo.
KELIMA, bahwa serangan, perundungan kepada Presiden Jokowi dan Walikota Gibran tidak dibenarkan dan harus dihentikan.
Para pendukung Ganjar seharusnya mampu melihat bagaimana Ganjar selalu diperlakukan “khusus dan istimewa” oleh Jokowi dan Gibran. Maka wedangan Prabowo dan Gibran justru harus diapresiasi.
Tindakan Gibran, menjadikannya tokoh yang mampu berkomunikasi dengan baik dengan semua Capres.
Gibran ingin memastikan bahwa Pemilu 2024 akan berlangsung damai dan penuh kegembiraan. Maka Gibran seharusnya didukung dan didorong untuk mengambil inisiatif sebagai fasilitator “wedangan politik nasional”.
Halal Bihalal IKEIS Pematang Siantar, Wali Kota berpesan kokohkan toleransi
KEENAM, bahwa kelompok relawan Jokowi hanya memiliki kewajiban memenangkan Jokowi di Pilpres 2014 dan 2019, serta mengawal Jokowi hingga (20/10 /2024). Berharap kelompok relawan Jokowi akan mendukung Capres Ganjar tentu wajar.
Namun jika sebagian atau bahkan seluruhnya mendukung Capres selain Ganjar pun harus diterima dan dihargai.
Pendukung Ganjar justru harus melakukan berbagai pendekatan dengan komunikasi yang baik sehingga semakin banyak pihak yang ikut mendukung Capres Ganjar.
KETUJUH, bahwa Prabowo adalah bagian dari pemerintahan Presiden Jokowi. Maka tindakan Prabowo yang melakukan “roadshow” ke berbagai tokoh dan tempat harus diapresiasi. Prabowo berhasil keluar dari “bungkus eksklusivitas”.
Sementara di sisi lain, sejak diumumkan sebagai Capres pada Jumat (21/4/2023), Ganjar Pranowo justru semakin eksklusif.
Ganjar dipagari dan dibentengi. Relawan dikanalisasi, ditertibkan dan dikendalikan. Roadshow Capres Ganjar ke berbagai tempat diurus dan diatur oleh parpol. Ganjar semakin berjarak dengan relawan, semakin jauh dari rakyat.
KEDELAPAN, bahwa Gibran telah menunjukkan kemampuannya menjadi tokoh sentral dalam dinamika politik menuju Pemilu 2024. Pusat negosiasi politik perlahan digeser dari Jakarta ke Surakarta.
Maka tindakan Gibran harus didukung sehingga politik tidak selalu menegangkan. Jika Presiden Jokowi menginisiasi pemindahan ibukota dari Jakarta ke Penajam Paser Utara, maka Gibran memindahkan negosiasi politik nasional dari Jakarta ke Surakarta.
KESEMBILAN, bahwa para kelompok rekan juang politik, relawan, simpatisan, dan pendukung Capres Ganjar hendaknya fokus pada tujuan utama memperkenalkan dan mensosialisasikan Ganjar.
Maka tindakan merangkul harus lebih banyak daripada memukul. Bergerak terus secara proaktif bukan reaktif apalagi provokatif.
Segala bentuk arogansi, eksklusivitas, kesombongan harus dihentikan. Capres Ganjar hanya akan menang jika dan hanya jika seluruh pendukungnya menunjukkan sikap yang baik.
Pembelahan rakyat akibat perbedaan pilihan di Pilpres 2014, dan 2019 tidak boleh terulang kembali.
Semoga pertemuan Gibran dengan DPP PDI-P menghadirkan dan menghasilkan kesepakatan baru. Memastikan bahwa Pemilu 2024 akan berlangsung damai.
Sebagai pesta demokrasi, Pemilu 2024 harus menghadirkan sukacita dan kegembiraan, dan Ganjar Pranowo akan menjadi Presiden kedelapan.
Penulis, Sutrisno Pangaribuan, Presidium Kongres Rakyat Nasional (Kornas)