Oleh | Sutrisno Pangaribuan
SEJAK Indonesia merdeka hingga Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama (Jokowi dan Ahok) dimajukan PDI Perjuangan (PDI-P) sebagai Calon Gubernur DKI Jakarta 2012, jabatan kepala daerah (gubernur, bupati, walikota) adalah jabatan biasa. Belum ada kepala daerah yang diperhitungkan dalam percaturan politik nasional.
Pilkada 2012 DKI Jakarta menjadi awal dari pergeseran dari orientasi politik nasional. Kemenangan pasangan Jokowi-Ahok mengalahkan petahana, Fauzi Bowo melalui Pilkada dua putaran menjadi babak baru bagi perubahan proses rekrutmen kepemimpinan nasional.
Jokowi, wong Solo, yang sering menyebut dirinya “ndeso” berada pada momentum yang tepat. Ketika rakyat Indonesia mulai jenuh dengan tokoh-tokoh elit politik nasional, Jokowi hadir memberi harapan baru.
Maka meski kurang dari 2 tahun sebagai gubernur DKI Jakarta, Jokowi berhasil mengalahkan Letnan Jenderal TNI Purnawirawan Prabowo Subianto (PS) , mantan Pangkostrad, putra dari Soemitro Djojohadikoesoemo, menantu dari Jenderal TNI Purnawirawan Soeharto (Presiden RI kedua), Ketum Partai Gerindra, di Pilpres 2014 dan 2019.
Jokowi berada pada momentum yang tepat, sekaligus menciptakan momentum perubahan arah politik nasional.
Jabatan kepala daerah, khususnya DKI Jakarta menjadi “stepping stone” bagi siapapun yang memiliki keinginan jadi presiden.
Proyek Kementerian PUPR di Kabupaten Samosir, DIKERJAKAN ASAL JADI
Jenderal TNI Purnawirawan Soesilo Bambang Yudhoyono (Presiden RI ketiga/SBY), yang gagal atau kehilangan momentum mempersiapkan penerusnya akhirnya tergoda dengan jabatan gubernur DKI Jakarta.
Putranya, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dipaksa pensiun dini dari karier militernya dengan pangkat terakhir mayor. Meski pun kalah, SBY berhasil menjadikan AHY sebagai ketum Partai Demokrat.
PDI-P membuat arah Ganjar Pranowo (GP) berbeda dengan Jokowi. Jika Jokowi dari Jateng ke Jakarta, GP dari Jakarta ke Jateng.
GBNN akan laporkan bobroknya proyek Kementerian PUPR di Samosir
GP mengikuti Jokowi berhasil menumbangkan gubernur Jateng petahana, Mayor Jenderal TNI Purnawirawan Bibit Waluyo. GP menjadi “ndeso”, lebih sering menggunakan bahasa Jawa dalam berkomunikasi sehari-hari.
Sebagai Capres PDI-P dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP), GP pun berada pada momentum yang tepat. Sebab GP masih menjabat sebagai gubernur Jateng hingga Selasa (05/09/2023).
Sementara pendaftaran pasangan Capres dan Cawapres akan dimulai Kamis (19/10/2023). GP akan mengakhiri tugas sebagai Gubernur Jateng tidak terlalu lama menjelang pendaftaran sebagai Capres.
Sejak dicalonkan PDI-P, dan berhasil menjadi walikota Surakarta, Gibran Rakabuming Raka (GRR) pun berhasil menggeser pusat negosiasi politik dari Jakarta ke Surakarta.
BREAKING NEWS!!! Waspada wabah NARKOTIKA ZOMBIE, efek MENGERIKAN
Kemarin, GRR membuat manuver mempertemukan relawan Gibran dan Jokowi dengan PS, Menteri Pertahanan RI.
Pertemuan itu berujung pada pemanggilan GRR oleh DPP PDI-P. GRR dipanggil klarifikasi atas adanya deklarasi dukungan relawan Gibran dan Jokowi se Jateng dan Jatim kepada PS sebagai Capres. Meski pun dipanggil oleh DPP PDI-P, GRR berhasil menciptakan momentum politik tersendiri.
Kongres Rakyat Nasional (Kornas) mengapresiasi kesungguhan dan keseriusan PDIP mempersiapkan calon pemimpin.
Semua orang biasa yang “ndeso” melalui PDI-P memiliki harapan dan kesempatan menjadi calon pemimpin, dari kepala daerah hingga presiden. PDI-P menciptakan kader-kader yang mampu mengguncang politik Indonesia.
Begitu pun, Kornas mengingatkan agar Parpol dan kelompok relawan tidak menjadikan Capres GP eksklusif.
Capres GP membutuhkan dukungan yang luas dari mayoritas rakyat untuk dapat memenangkan Pilpres 2024. Keberhasilan Jokowi dalam Pilpres 2014 dan 2019 hanya karena Jokowi tidak berjarak dengan rakyat.
Maka, jika ingin mengulangi kesuksesan di Pemilu 2024 bersama Capres GP, maka seluruh tindakan yang menghadirkan jarak antara rakyat dengan Capres GP harus dihentikan.
Capres GP jangan dipagari dan dibentengi dengan seluruh protokol yang ekslusif. Kanalisasi kelompok relawan harus dalam kerangka strategis bukan pengendalian dan penertiban.
Capres GP harus dijadikan milik semua orang seperti Jokowi saat jadi Capres 2014. Maka jika tagline Jokowi di Pilpres 2014: “Jokowi Adalah Kita”, maka tagline Capres GP di Pilpres 2024: “Ganjar Milik Kita.”
Penulis, Sutrisno Pangaribuan, Presidium Kongres Rakyat Nasional (Kornas)