PENGADILAN NEGERI (PN) Lubukpakam, diduga melakukan persekongkolan untuk menunda eksekusi tanah seluas 26 hektar di Desa Telaga Tujuh, Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara (Sumut).
Alasannya, bahwa Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia telah menolak pada tingkat kasasi dan Peninjauan Kembali (PK) para pihak yang mengklaim tanah tersebut yakni Wagimun dan Yenti.
Selain itu, keduanya telah dihukum oleh Pengadilan Tinggi (PT) Sumut dengan denda Rp2.116.500.000 karena menduduki atau menguasai tanah tersebut secara tidak sah.
Hal tersebut disampaikan Panangian Sinambela, kuasa hukum pemilik tanah yang sah, Herbert Benyamin Pasaribu, kepada media di kantornya, Jalan Sei Berantas, Medan, Selasa (09/05/2023).
Panangian Sinambela mengungkapkan bahwa tanah tersebut telah dibeli Herbert Pasaribu pada tahun 1994 dan kemudian melakukan proses balik nama.
“Tahun 2010, klien kami, Herbert Pasaribu, dinyatakan sebagai pemilik tanah yang sah oleh pengadilan. Dan sampai tahun 2021 sudah incraht diputus oleh Mahkamah Agung sampai tingkat PK,” kata Panangian Sinambela.
Bahkan, Ketua PN Lubukpakam, sudah memerintahkan kepadanya sebagai kuasa hukum Herbert Pasaribu, melalui suratnya 16 November 2022, agar membayar biaya eksekusi pengosongan dan seluruh biaya yang diminta, telah dibayarkan.
“Akan tetapi pada Februari 2023, mengirimkan surat kepada kami bahwa perkara yang kami menangkan tersebut tidak bisa dieksekusi dengan alasan bahwa putusan tersebut tidak bersifat condemnatoir. Padahal, dalam salah satu amar putusan itu, menghukum termohon eksekusi agar membayar kerugian dari pemilik tanah, Rp2.116.500.000,” kata Panangian Sinambela.
Tidak ada alasan sebenarnya yang mengatakan putusan tersebut hanya bersifat declaratoir karena telah jelas dalam putusan itu menghukum termohon eksekusi dengan denda Rp2.116.500.000, dan itu bersifat condemnatoir.
Wisuda MAN Pematang Siantar, Hj Susanti Dewayani: “Menjadi pilar pembangunan akhlak generasi muda”
“Kami merasa disini ada semacam permainan. Mungkin saja ada permainan antara termohon eksekusi dengan Ketua Pengadilan. Kami mencurigai seperti itu,” kata Panangian Sinambela yang meminta supaya Ketua PN Lubukpakam untuk segera melakukan eksekusi atas tanah tersebut untuk menepis persepsi itu.
“Kami juga meminta agar ada perhatian dan pengawasan dari Ketua MA terhadap kasus ini. Apalagi dengan telah digantinya Ketua PN Lubukpakam pada 03 Maret 2023, dimana sidang dengan agenda putusan atas pengaduan termohon eksekusi akan digelar pada besok, Rabu, 10 Mei 2023 yang sudah tiga kali ditunda majelis hakim,” kata Panangian. (Sipa Munthe/***)