POLITIK UANG selalu terjadi di dalam 3 tahap, yaitu, politik uang saat penjaringan bakal Caleg di internal partai sampai Partai mendaftarkan para Caleg ke KPU/KPUD.
Politik uang pada saat masa kampanye sampai hari H pencoblosan, dan politik uang pada saat setelah pencoblosan atau perhitungan suara berjenjang.
Kini mari kita bedah bersama Politik Uang dalam Pileg Sistem Proporsional Tertutup dan Terbuka.
PILEG Sistem PROPORSIONAL TERTUTUP
Politik uang saat penjaringan para Caleg sampai Partai mendaftarkan-nya ke KPU/KPUD.
Parameter yang perlu dipertimbangkan: (1) Kinerja selama pengkaderan, (2) Elektabilitas, (3) Popularitas, (4) Kekuatan Jaringan, dan (5) Kemampuan Finansial (pribadi dan bohir politik).
Kemungkinan yang akan diambil menjadi Caleg oleh partai berdasarkan kekuatan kader partai sendiri.
Kemungkinan yang akan diambil partai, adalah (No 1, No 2, No 3, No 4, dan No 5).
A. (Kuat, Kuat, Kuat, Kuat, Kuat), artinya No 1 kinerjanya bagus, No 2, Elektabilitas tinggi. No 3 Popularitasnya bagus, No 4 Jaringannya luas dan No 5. Finansial-nya kuat… adalah kader tanpa politik uang. Kesimpulan: Sangat diutamakan.
B. (Kuat, Kuat, Kuat, Kuat, Lemah)
Karena No 5 akan dibantu oleh kekuatan finansial partai dan bohir politik sedikit. Kesimpulan: Tetap direkomendasikan menjadi bakal Caleg.
C. (Kuat, Kuat, Kuat, Lemah, Kuat) … Kesimpulan: Masih bisa direkomendasikan sebagai bakal Caleg.
“Bilamana ada lebih dari satu lemah maka akan segera dicoret.”
Kesimpulan akhir, dalam Pileg Sistem Proporsional Tertutup maka politik uang mulai pada saat pendaftaran bakal Caleg sampai Caleg yang didaftarkan ke KPU sangat minim politik uang.
Karena sudah difit and proper test dari kader sendiri, maka politik uang kepada rakyat akan sangat minim sehingga rakyat akan tersadarkan untuk mendengar program program calonnya daripada politik uang karena mereka sudah bekerja untuk rakyat sebelumnya.
Kesimpulan: Politik uang mungkin tidak bisa dihindari tapi volumenya bisa diperkirakan tidak masif seperti sistem terbuka seperti saat sebelum sebelumnya.
Politik uang setelah pencoblosan atau tahap perhitungan suara, bisa terjadi masif bilamana petugas KPU, Bawaslu dan lainnya, tidak punya integritas tinggi. Tapi bilamana berintegritas tinggi maka potensi politik uang akan kecil.
Direktur Utama Perumda “Tirta Uli”, Ir Zulkifli Lubis MT
PILEG Sistem PROPORSIONAL TERBUKA
Akan terjadi saling sikut, baik dari calon luar kader dengan kader partai sendiri. Sehingga kemungkinan politik uang semakin masif.
Karena, siapa pun bisa mendaftar walau pun dari 5 kriteria hanya mempunyai dua parameter yang kuat. Peran bohir politik akan semakin kuat dan petugas partai akan memanfaatkan nafsunya bakal calon untuk dijadikan calon karena di belakangnya sudah ada bohir politik.
Peserta pemilu akan mengiming-imingi rakyat, terutama pemilih dari kalangan Masyarakat Berpenghasilan Rendah, #MBR atau #Wong Cilik dengan politik uang yang signifikan.
Berlomba adu besar-besaran politik uang karena bagi calon legislatif mereka sudah punya bohir politik yang membiayai kampanye dengan deal-deal rahasia.
Akibatnya rakyat #Wong Cilik berpikir semakin pragmatis, semakin kecanduan untuk menerima politik uang dari siapa pun Caleg partai mana pun!!
Di sinilah akan terjadi hancurnya moral rakyat dalam berdemokrasi untuk berdaulat.
Almarhum Buya Syafii Maarif sudah bolak-balik dengan lugas dan lantang mengatakan bahwa Indonesia memasuki fase Demokrasi Tuna Adab. Semakin menuju Biadab gegara semakin suburnya praktek Politik Uang ini.
Akan sama-sama mempunyai potensial politik uang tergantung dari moralitas dari para petugas KPU, Bawaslu, DKPP dan lain lainnya.
KEPALA Dinas Komunikasi dan Informatika Sumatera Utara, Ilyas S Sitorus
Politik Uang Lebih Kecil Proporsional Tertutup Dibanding Tertutup
Maka, dengan mempertimbangkan hal-hal di atas, kami berpendapat bahwa politik uang yang kemungkinan lebih besar dan masif serta daya hancur moral pemilih jauh lebih kuat adalah Pileg dengan Sistem Proporsional Terbuka.
Dan bisa kita dilihat para bohir politik akan sangat berperan di sistem terbuka sehingga partai tak bisa lagi mengendalikan kekuatannya, apalagi menerapkan ideologinya.
Demikian kiranya salah satu analisis dan pendapat kami terhadap Pileg dengan sistem PROPORSIONAL TERTUTUP atau PROPORSIONAL TERBUKA.
Silahkan siapa pun yang ingin menyumbangkan pemikirannya. Tapi kita seharusnya bukan sebatas hanya saya setuju sistem tertutup, atau sebaliknya saya setuju sistem terbuka, tapi tanpa analisa data-data faktual, dan tanpa argumen yang kuat, serta mendasar.
Pokoknya, semua omongan Politisi Petinggi Partai mana pun harus kita kritisi dengan baik..
Partai Minim Apalagi Nihil Kader Ngotot Dukung Proporsional Terbuka
Jad,i tidaklah mengherankan bagi kita semua, ketika melihat partai-partai peserta pemilu 2024 yang minim kader, apalagi nihil kader, akan mendukung Pileg dengan Sistem Proporsional Terbuka yang sudah diterapkan pada Pileg 2009, 2014 dan 2019 kemarin. Sudah terbukti semakin menyuburkan Politik Uang.
“DGP sejak awal gugatan ke MK dilayangkan agar Pileg kembali ke Sistem Proporsional Tertutup, sudah menyatakan sikap politik-nya mendukung 100% MK mengabulkannya…”
Oleh | Zita Nadia GultomPendidikan merupakan hak fundamental bagi setiap warga negara Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 31 Undang-Undang Dasar...