TUJUAN PELANTIKAN 911 pejabat Eselon III dan IV di lingkup Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumatera Utara (Sumut) sebagaimana disampaikan Gubernur Sumut, Edy Rahmayadi, pada Selasa (21/02/2023) lalu yakni untuk mempercepat pencapaian visi misi Gubernur Sumut serta menyelaraskan kinerja Aparatur Sipil Negara (ASN) di jajaran Pemprov Sumut, hanyalah “isapan jempol” belaka.
Bagaimana mungkin hal ini bisa terwujud bila di antara 911 pejabat yang telah dilantik itu, ada yang sudah meninggal dan ada juga yang sudah pensiun.
Kejadian tersebut akibat ketidaktelitian yang dilakukan mulai dari Organisasi Perangkat Daerah (OPD) pengusul, Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Pemprov Sumut, sampai Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Sumut.
Pernyataan ini disampaikan Pengamat Kebijakan Publik, Siska Barimbing, menanggapi kealpaan yang terjadi dalam pelantikan tersebut, Jumat (24/02/2023) melalui pesan WhatsApp (WA) miliknya.
“Apakah mereka tidak melakukan verifikasi data sebelumnya?” tanya Siska Barimbing.
Baca juga :
GUBERNUR Sumut LANTIK PEJABAT yang SUDAH MENINGGAL dan PENSIUN
Disebutnya, dalam seleksi pejabat juga ada tahapan seleksi yang harus dilalui. Mulai dari pemberkasan, wawancara, dan seterusnya.
“Kalau bisa sampai kecolongan memasukkan nama calon yang sudah meninggal dunia, ini sungguh fatal dan perlu dipertanyakan bagaimana kinerjanya OPD pengusul, BKD Pemprov Sumut, maupun Sekdaprov Sumut,” kata Siska Barimbing.
Menurutnya, adanya nama pegawai yang masih tercatat di Sistem Data Kepegawaian Nasional meski pun sudah 3 tahun meninggal, tidak bisa dijadikan alasan. Sebab penelitian berkas itu dilakukan mulai dari bawah.
Baginya, adanya pejabat yang sudah meninggal tiga tahun lalu sampai dilantik dalam jabatan baru, patut dipertanyakan, apakah tahapan promosi jabatan di Pemprov Sumut sudah berjalan dengan baik sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Baca juga :
Tiga DEBT COLLECTOR ditangkap, TIDAK ADA LAGI HAK EKSEKUTORIAL bagi DEBT COLLECTOR
Gubernur Sumut dipermalukan
Terpisah, menanggapi pelantikan tersebut, Pengamat Anggaran, Elfenda Ananda, menyebut kalau Gubernur Sumut, Edy Rahmayadi, telah dipermalukan bawahannya.
“Bagaimana mungkin pelantikan 911 pejabat itu saat dilantik ternyata dari data yang ada terdapat yang meninggal dan sudah pensiun. Keteledoran ini sungguh memalukan dan akan merembet kepada hal-hal lain, misalnya bagaimana sistem penggajian berjalan dan sebagainya terhadap yang meninggal dan pensiun itu,” sebut mantan Direktur Eksekutif Forum Independen untuk Transparansi Anggaran (FITRA) wilayah Sumut ini.
Elf, sapaan akrabnya, menilai kerja bawahan gubernur yang teledor itu, telah mempermalukan bosnya sebagai gubernur yang bermartabat. Ini sama saja menampar wajah gubernur kenapa tidak melakukan ricek terhadap administrasi pejabat yang mau dilantik.
“Apalagi sebelum dilantik, pasti undangan telah disampaikan sebelumnya kepada yang mau dilantik. Ini membawa konsekuensi terhadap penilaian negatif publik terhadap Pemprov Sumut betapa buruknya sistem administrasi di birokrasi kita. Bagaimana mungkin ada pejabat mau dilantik, sudah tiga tahun diketahui telah meninggal dan ada yang sudah pensiun tapi masih mau dilantik,” katanya.
Disebutnya, adimintrasi pemerintahan harusnya terdokumentasi secara baik. Apalagi data pejabat eselon dan ASN, karena ini akan menjadi basis penilaian kinerja dan juga untuk menerapkan merit sistem ASN sebagai kebijakan manajemen ASN berdasarkan kualifikasi, kompetensi, dan kinerja yang diberlakukan secara adil dan wajar tanpa diskriminasi sesuai UU Nomor 5 Tahun 2014 Pasal 1.
Baca juga :
Pengerukan tanah di Jalan Nusa Indah, Mardalina Bintang: “Belum ada melapor ke Kelurahan Simarito”
Menurutnya, dari sisi terjadinya kebocoran anggaran juga sangat memungkinkan kalau data-data yang ada untuk ASN dan pejabat eselon tidak akurat.
Mekanisme kontrol anggaran yang dibangun untuk mencegah kebocoran, ternyata bisa dimanfaatkan dengan kelemahan data yang ada di ASN dan pejabat eselon.
Dia menduga, negara (pemerintah daerah) telah dirugikan apabila hal ini sudah berlangsung lama dan sudah terjadi hingga tiga tahun ASN itu meninggal.
Tentunya ini hanya satu contoh kasus saja dimana sebenarnya masih banyak kasus-kasus data ASN tidak terdeteksi dan diawasi secara baik.
Elfenda menyarankan gubernur harus memberi peringatan keras atas keteledoran yang dibuat bawahannya, sekaligus memberi perintah untuk memperbaiki sistem pendataan pegawai secara baik. Termasuk memeriksa ulang apakah ada data-data yang bermasalah, telah meninggal, dan pensiun masih terdata sebagai pegawai aktif.
Baca juga :
PENGOREKAN tanah di Jalan Nusa Indah Pematang Siantar, DIKHAWATIRKAN MEMBAHAYAKAN
Gubernur, tambahnya, juga harus melakukan evaluasi terhadap kinerja bawahan yang lain agar tidak melakukan berbagai kesalahan yang memalukan itu. Dan harus bisa memastikan semua itu dapat diperbaiki untuk menyelamatkan uang negara yang mungkin saja selama ini terjadi kebocoran dengan data yang amburadul.
“Jangan sampai Sumut menjadi bahan tertawaan seluruh Indonesia karena kasus ini menjadi viral. Amatlah memalukan dengan slogan gubernur bermartabat tetapi kerja kerjanya tidak menunjukkan sedikit pun ke arah visi misi yang diharapkan bermartabat,” tutupnya.
Kepala BKD Sumut Akui Kesalahan
Sebelumnya, Kepala BKD Pemprov Sumut, Syafruddin, mengakui ada kesalahan pada input data kepegawaian.
“Ini kan pengukuhan. Jadi pejabat yang ada dalam struktur diambil lalu di cek dengan Simpeg (Sistem Kepegawaian – red), ternyata masih aktif data yang bersangkutan yaitu Edison Hutasoit pada hal telah meninggal 8 April 2021 Bang. Kalau Jenner, meninggal tanggal 9 Januari 2023. Namun belum dilaporkan ke BKD Bang. Khusus Edison masih lajang Bang, sementara Jenner yang meninggal Januari 2023, ada keluarga,” jelasnya lewat pesan WA miliknya, Kamis (23/02/2023) malam. (Sipa Munthe/***)