Catatan | Ingot Simangunsong
9 FEBRUARI 2023, para WARTAWAN di negeri ini, merayakan HARI PERS NASIONAL, di Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara dengan tema PERS BEBAS, DEMOKRASI BERMARTABAT.
Dari tema perayaan tersebut, ada kata yang cukup menarik dan patut mendapatkan perhatian sekaligus sebagai perenungan, yakni BERMARTABAT. Pers BERMATABAT!!!
Di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), BERMARTABAT, mempunyai martabat, merupakan tingkat harkat kemanusiaan, yang disebut HARGA DIRI.
Keterkaitan kata martabat (harga diri) dalam gelar Hari Pers Nasional, memberi makna, bahwa ada kesan terjadinya sesuatu pengabaian atau diabaikan, serta mengingatkan sesungguhnya sangat diperlukan penguatan kemartabatan (harga diri) bagi para wartawan, jurnalis atau reporter atau siapa saja termasuk dalam “ruang pers”.
Penguatan kemartabatan (harga diri) pers – menjadi kata pengantar perenungan atau koreksi diri – untuk mengembalikan peranan pers sebagai penyampai informasi, edukasi, hiburan dan kontrol sosial yang berpedoman pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers yang mengatur tentang prinsip, ketentuan dan hak-hak penyelenggara pers di Indonesia, serta Kode Etik Jurnalistik.
Pers bermartabat, diharapkan tidak hanya sebatas sebuah slogan saja. Namun, menjadi sebuah barometer perubahan bagi wadah (kelembagaan/organisasi) kewartawanan dan wartawan.
Berbagai macam organisasi kewartawanan yang ada – merupakan buah dari era reformasi (terbukanya kebebasan berserikat dan berorganisasi) – patut melakukan perenungan terhadap sudah seberapa besar peranannya dalam menjaga “roh pers” dalam menjalankan fungsinya.
Artinya, tidaklah hanya sebatas membentuk wadah untuk berserikat atau berkumpul. Namun, diharapkan bagaimana kehadiran sebuah wadah, mampu memberikan pengayaan pengetahuan, pengayaan attitude, pengayaan etika, pengayaan perbendaharaan kata, pengayaan pemahaman terhadap Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik terhadap anggotanya.
Satu hal yang harus sama-sama dipahami, terkait Pers Bermartabat, bahwa profesi WARTAWAN mempunyai tanggung jawab moral yang besar terhadap masyarakat, baik dalam pemberitaan yang disajikan mau pun sikap dan perilaku di lapangan.
Untuk memenuhi tanggung jawab itu, setiap wartawan harus mematuhi ketentuan yang terdapat dalam kode etik jurnalistik (KEJ) dan UU 40/1999 tentang pers.
Kemudian, “KEKUATAN TERBESAR SEORANG WARTAWAN, TERLETAK PADA HATI NURANINYA. Apakah dia benar-benar rela untuk menerbitkan berita yang bisa merusak, atau justru melawan dengan menjadi wartawan yang profesional.”
Goenawan Mohamad (lahir 29 Juli 1941) adalah seorang sastrawan Indonesia, yang juga salah seorang pendiri Majalah Tempo mengatakan, “Etika dasar jurnalisme investigatif, bersikaplah adil juga kepada pihak yang kau curigai. Awas dan kritis, tapi jangan cepat memvonis.”
Di HARI PERS Bermartabat, diharapkan melalui organisasi kewartawanan yang “tumbuh bagaikan jamur”, akan “Jadilah seorang wartawan dengan prinsip jurnalisme tinggi, jangan mudah terpengaruh terhadap materi dan kekuasaan, yang akan MEMBUAT PAHAM JURNALISME SEMAKIN RUSAK.”
PERS BEBAS DEMOKRASI BERMARTABAT, adalah tema nan menggelitik, sekaligus perenungan bagi organisasi dan wartawan agar benar-benar mendapatkan aura “kemartabatan” (harga diri).
Mengutip kata bijak Thomas Jefferson yang menyebutkan, “Pers adalah instrumen paling baik dalam pencerahan dan meningkatkan kualitas manusia sebagai makhluk rasional, moral, dan sosial.”
Thomas Jefferson (13 April 1743 – 4 Juli 1826) adalah Presiden Amerika Serikat yang ketiga dengan masa jabatan dari tahun 1801 hingga 1809. Ia juga seorang Pencetus Deklarasi Kemerdekaan (1776) dan bapak pendiri Amerika Serikat.
PERS BEBAS DEMOKRASI BERMARTABAT, semoga tidak hanya sebatas slogan, di saat pesta bubar, “menguap” di ruang hampa udara. Semoga!!!
Penulis, Ingot Simangunsong, Pimpinan Redaksi mediaonline segaris.co, inisiator #PenaJokowiCentreConnection, motivator #GerakanDaulatDesa Sumatera Utara dan relawan #DulurGanjarPranowo