PIHAK PTPN III, beberapa hari ini melakukan penertiban sekaligus perubahan bangunan (rumah) di lahan yang disebut masih di wilayah HGU di Kelurahan Gurilla, Kecamatan Siantar Sitalasari, Kota Pematang Siantar, Provinsi Sumatera Utara.
Menurut data, ada 296 kepala keluarga yang sudah membangun rumah tinggal (baik itu bangunan sederhana mau pun yang permanen). Bahkan, mereka sudah memiliki KTP dan KK, serta sudah mengikuti 3 kali pemilihan kepala daerah, yakni masa Marim Purba, almarhum Hulman Sitorus dan almarhum Ir Asner Silalahi-dr Susanti Dewayani SPA.
“Untuk tempat kami ini, ada 1 TPS yang didirikan di lahan kosong depan kantor Kelurahan Gurilla,” kata Ketua Forum Tani Sejahtera Indonesia (Futasi), Tio Merly boru Sitinjak kepada segaris.co di rumahnya, Jumat (25/11/2022).
Baca juga :
POLISI TANGKAP tiga aktivis GJL Kalteng TERKAIT AKSI TUNTUTAN BATAS lahan Sawit PT Windu Nabatindo Lestari
Menurut Tio Merly boru Sitinjak, sejak muncul upaya pengosongan lahan di tahun 2021 hingga saat ini, yang tersisa warga yang masih bertahan sekitar 80 lebih kepala keluarga.
Yang selebihnya, dari jumlah 296 kepala keluarga, sudah menerima “tali asih” dan rumah mereka diberi tanda X warna merah, yang sampai Jumat (25/11/2022) dilakukan pembongkaran dengan menggunakan alat berat (eskavator) yang didampingi ratusan petugas keamanan.
Baca juga :
KRIMINALISASI tiga aktivis GJL Kalteng, KAPOLRES KOTIM DIPROPAMKAN
Akan terus bertahan
Tio Merly boru Sitinjak – yang mengaku sudah 18 tahun bermukim di lahan tersebut dan sepanjang 16 tahun tidak ada masalah tersebut – bersama rekan-rekan lainnya, aku terus bertahan dan mempertahankan tempat mereka bermukim.
“Kami akan tetap bertahan dan mempertahankan yang sudah ada. Selama ini tidak ada masalah dan kami sudah merasa lebih sejahtera dibandingkan saat pertama kali sampai di tempat ini,” kata Tio Merly boru Sitinjak yang menjelaskan bahwa dirinya memimpin Futasi sejak tahun 2014.
Baca juga :
RAKSAHUM desak KPK, “TANGKAP” anggota DPRD Sumut
Keberadaan mereka di lahan tersebut, menurut Tio Merly boru Sitinjak, sudah diakui Pemerintah Kota Pematang Siantar dengan diberikannya identitas administrasi kependudukan, ya itu tadi, berupa KTP dan Kartu Keluarga.
Tidak hanya itu, saat Wali Kota Pematang Siantar, Marim Purba, dibangun jalan umum memasuki pemukiman yang juga jalan menuju kantor Kelurahan Gurilla.
Tidak hanya itu, pada masa kepemimpinan almarhum Hulman Sitorus, Pemerintah Kota Pematang Siantar memberikan bantuan penampungan air bersih untuk kebutuhan rumah-rumah warga.
“Jaringan arus listrik pun sudah masuk,” kata Tio Merly boru Sitinjak.
Menurut Tio Merly boru Sitinjak, sangat kontradiksi sekali jika Pemerintah Kota Pematang Siantar membangun jalan umum (jalan kelurahan) di lahan yang disebut-sebut HGU PTPN III.
“Begitu juga dengan dokumen administrasi kependudukan, berupa KTP dan KK. Untuk apa difasiltasi Pemerintah Kota Pematang Siantar, jika lahan yang kami tempati ini HGU-nya PTPN III,” kata Tio Merly boru Sitinjak.
Baca juga :
1.482 kasus PELANGGARAN TATA RUANG di kawasan Danau Toba, 5 KASUS di SIMALUNGUN
Hidup dari bertani
Diungkapkan Tio Merly boru Sitinjak, kebulatan tekad mereka untuk tetap bertahan, tidak ada kaitannya terhadap ketidakcocokan dengan “tali asih” sebagai pengganti bangunan yang akan dirubuhkan.
“Kami yang masih tersisa ini, makanya mempertahankan untuk tidak keluar atau menerima tali asih, karena kami sudah tidak tahu lagi mencari nafkah dengan cara apa. Kami sudah terbiasa hidup dari hasil bertani,” kata Tio Merly boru Sitinjak.
Menurutnya, setiap kepala keluarga yang tinggal di lahan tersebut hanya memiliki luas tanah sekitar 1 rante. Di lahan itulah mereka dirikan bangunan tempat tinggal dan sisanya dimanfaatkan untuk bercocok tanam, jagung, sere dan ubi kayu.
“Untuk menambah lahan cocok tanam, kami manfaatkan lahan-lahan kosong yang tidak dipergunakan oleh pemilik tanah. Sehingga, kami yang menggantungkan hidup dari hasil Bertani, memiliki lahan cocok tanam mencapai 3-5 rante,” kata Tio Merly boru Sitinjak.
Dengan pola masa panen yang berbeda-beda, hasil panen itulah yang dapat dimanfaatkan untuk menutupi biaya hidup dan pendidikan anak-anak.
“Jadi, kalau kami terima tali asih tersebut, tentu kami akan mencari kontrakan baru, lantas untuk memenuhi hidup, kami mau kerja apa. Dimana lagi lahan untuk bertani,” katanya.
Dua bulan tidak tentu penghasilan dan dapur umum
Sudah hampir dua bulan, Tio Merly boru Sitinjak bersama teman-temannya bertahan, dan tidak dapat bekerja di lahan pertanian, karena berjaga-jaga agar rumah mereka tidak dirubuhkan dengan lat berat.
“Dua bulan ini, kami hampir tidak berpenghasilan apa pun. Makan pun sudah tidak menentu,” kata Tio Merly boru Sitinjak.
Bersyukur, saat ini di lokasi yang mereka pertahankan tersebut, sudah berdiri DAPUR UMUM, yang memenuhi kebutuhan makan mereka.
“Syukur ada dapur umum sekarang ini. Kemudian, datang bantuan beras, kopi, bubuk teh dan gula dari saudara-saudara yang merasa prihatin dengan kondisi kami saat ini,” kata Tio Merly boru Sitinjak.
Selain mereka tetap mempertahankan tempat tinggal, di lokasi tersebut, saat ini masih berdiri kokoh tempat ibadah umat Kristen, yakni Gereja HKI.
Kemudian, keberadaan mereka mulai mendapat dukungan dari sejumlah aktivis Kota Pematang Siantar, mau pun kalangan mahasiswa.
Terakhir, ketika segaris.co berada di lokasi tersebut, diinformasikan bahwa permasalahan mereka sudah disampaikan ke KOMNAS HAM. (***)