“INDIKASI PELANGGARAN tata ruang sebanyak 1.482 yang tidak sesuai di kawasan Danau Toba. Dan telah dilakukan verifikasi dan konfirmasi, 19 kasus ditetapkan sebagai pelanggaran pemanfaatan ruang. Ada 11 kasus di Samosir, kemudian lima kasus di Simalungun dan ada tiga di Kabupaten Humbanghasundutan.”
Hal tersebut disampaikan Dirjen Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang, Kemen ATR/BPN, Budi Situmorang pada Diskusi Kelompok Terarah Perkuatan Kolaborasi Antara Pihak Dalam Mendorong Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Danau Toba, yang digelar Direktorat Jenderal Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), di Hotel Santika Dyandra Medan, Jalan Raden Saleh, Medan, Kamis (24/11/2022).
Budi Situmorang menjelaskan bahwa penataan ruang memang perlu kolaborasi dan penyesuaian antara pusat, provinsi dan kabupaten kota. Sehingga upaya itu bisa diwujudkan melalui pembinaan, pengendalian dan pemanfaatan ruang.
Baca juga :
Relawan DGP Cilacap minta MEGAWATI SOEKARNOPUTRI beri mandat kepada GANJAR PRANOWO sebagai CAPRES RI 2024
“Kepada pemerintah daerah melalui sejumlah instrumen pengendalian. Jadi kami bukan mengatakan bahwa perencanaan kabupaten itu tidak baik. Tetapi fungsi danau yang ada saat ini harus diperkaya lagi dengan fungsi pengendaliannya. Termasuk untuk kabupaten Pakpak Bharat, ternyata ada aliran dari bawah tanah yang masuk ke Danau Toba, sehingga daerah itu juga harus dijaga lingkungannya,” kata Budi Situmorang.
Baca juga :
APRESIASI DGP, Kepala Desa Menganti HARAPKAN KELOMPOK TANI jadi SAMPLING PILOT PROJECT
Sudah ada aturan dan ketentuan
Dalam instrumen pengendalian tata ruang kawasan Danau Toba, kata Budi Situmorang, sudah ada aturan dan ketentuan khusus.
Namun kondisi di sana sudah banyak pembangunan, sehingga tidak bisa dipungkiri bahwa kenyataannya banyak berdiri bangunan yang tidak sesuai ketentuan. Karena itu perlu upaya pencegahan perubahan fungsi ruang untuk masa mendatang.
“Dimulai dari kabupaten, provinsi dan pusat. Kewenangan itu dapat diambil alih dengan waktu tertentu. Kalau tidak dilakukan oleh bupati dalam waktu tertentu, Gubernur punya hak untuk mengambil alih. Begitu juga jika Gubernur tidak melaksanakannya, menteri yang mengambil alih dalam jangka waktu tertentu,” katanya.
Begitu juga dengan ketentuan pidana sebut Budi, bagi pejabat yang memberikan izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang, maka akan ada sanksi kurungan. Sebagaimana catatan mereka tentang adanya indikasi pelanggaran.
Baca juga :
POLISI TANGKAP tiga aktivis GJL Kalteng TERKAIT AKSI TUNTUTAN BATAS lahan Sawit PT Windu Nabatindo Lestari
Baca juga :
RAKSAHUM desak KPK, “TANGKAP” anggota DPRD Sumut
Penertiban kurang optimal
Budi Situmorang mengakui bahwa masih ada perbedaan di antara para pemangku kepentingan dalam hal persepsi terhadap urgensi, sehingga komitmen penertiban pelanggaran kurang optimal. Karenanya membutuhkan kolaborasi secara keseluruhan demi penyelamatan kawasan Danau Toba.
“Kolaborasi bisa terjadi jika ada kesamaan pemahaman dari seluruh pemangku kepentingan. Besar harapan kami semoga diskusi ini dapat membawa perubahan besar. Namun bukan berarti upaya pengendalian membuat investasi tidak boleh masuk. Tetapi bagaimana tidak mengorbankan kepentingan masyarakat yang lebih besar (kelestarian Danau Toba),” katanya. (Sipa Munthe/***)