DPRD Sumatera Utara (Sumut) bersama Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) melaksanakan Seminar bertajuk Penguatan Aktualisasi Nilai-Nilai Pancasila di Ruang Aula Gedung DPRD Sumut, Jalan Imam Bonjol, Medan, Kamis (13/10/2022).
Pemateri dari BPIP, Direktur Pengkajian Kebijakan Pembumian Ideologi Pancasila (PIP), Dr. Muhammad Sabri, M.Ag, Direktur Pengkajian Materi PIP, Aris Heru Utomo, SH, MBA, M.Si, Direktur Pelaksana Pendidikan dan Pelatihan BPIP, Sadono Sriharjo, ST, MM, dan Direktur Jaringan dan Pembudayaan BPIP, Toto Purbiyanto, S.Kom., M.Ti.
Namun seminar tersebut hanya dihadiri segelintir anggota DPRD Sumut. Terlihat diantaranya Delvin Barus, Wagirin Arman, dan dua atau tiga orang legislator lainnya.
Baca juga :
Zocson Midian Silalahi: “Rapat koordinasi kemitraan BBGP, berdampak pada peningkatan kunjungan wisatawan ke Parapat”
Dari ruang seminar tersebut, terungkap kalau sebagian besar masyarakat Indonesia masih terkooptasi oleh konsepsi ekonomi Pancasila.
Hal itu bisa terjadi karena Pancasila masih sebatas teori tanpa diikuti penguatan dalam praktek.
Fakta itu diungkap pemateri BPIP, Sardono Sriharjo, menanggapi pertanyaan Wagirin Arman terkait praktek kehidupan sehari-hari dalam ber-Pancasila.
Sardono menganalogikan dengan perbutan seorang Ketua Rukun Tetangga (RT) di Malang, yang disebutnya bernama Bambang.
Baca juga :
Di SD Negeri 091594 Dolok Ilir, Rosmawati Tambunan: “Dibimbing Korwil, kemampuan Calistung siswa sudah 80 persen”
Bambang, sebut Sardono, salah satu dari 74 orang tokoh yang di tahun 2022 ini dimasukkan dalam kategori pengamal dan pelaksana Pancasila.
“Tempat tinggal Pak Bambang sebelum ada perubahan, adalah sebuah perkampungan kumuh. Tapi setelah Pak Bambang mulai melakukan penataan, penghijauan, dan pemeliharaan sampai kebersihan secara mandiri, mulailah di kampung itu terjadi perubahan. Kampung itu sekarang menjadi indah dan asri. Sebelum Covid-19, kampung itu menjadi kampung tujuan wisata. Dan semua masyarakatnya ikut merasakan dan turut serta menjaga maupun merawat keindahan dan keasrian kampungnya. Ada dikenakan restribusi bagi pengunjung kampung itu, dan dananya digunakan untuk biaya perawatan kebersihan dan keindahan kampung,” terang Sardono.
Semua warga di kampung itu, sambungnya, mendapatkan manfaat dari kebersamaan yang mereka bangun. Ada yang menjual makanan dan minuman, serta souvenir atau cinderamata.
Baca juga :
Osde Simarmata: “Tingkatkan kualitas pendidikan, kejar target siswa mampu Calistung”
Selain itu, tambah Sardono, ada juga di Yogyakarta yang diberi nama Kampung Talas, Kampung Tertib Berlalu-lintas. Dan ini digagas mandiri oleh Pak Nanang, yang juga menjadi 74 tokoh bagi BPIP dalam membumikan Pancasila.
Sementara Toto Purbiyanto menyebut bahwa konsepsi Ekonomi Pancasila saat ini sedang dalam proses finalisasi. Dan bahan pelajaran untuk dunia pendidikan, sedang dirumuskan oleh Tim BPIP.
Sedang Aris Heru Utomo menerangkan praktek-praktek demokrasi harus menjadi kajian. Dikatakannya, bahwa demokrasi langsung yang saat ini sedang berlaku di Indonesia, bertentangan dengan Pancasila.
Katanya, penerapan praktek demokrasi langsung ini, dapat mengancam keutuhan bangsa. Demokrasi ini membuat jurang pertikaian antar warga masyarakat semakin menganga lebar.
“Maka ketika proses bernegara menyimpang dari ideologi, perlu segera dilakukan kaji ulang terhadap amandemen ataupun undang-undang yang ada. Sebab demokrasi kita menganut sistem perwakilan. Jadi kalau bicara dewan, Indonesia hanya punya Dewan Perwakilan Rakyat. Dan kalau bicara musyawarah, maka kita hanya punya Majelis Permusyawaratan Rakyat. Dan Dewan Perwakilan Daerah itu tidak sesuai dengan semangat Pancasila. Yang menjadilan perwakilan itu sejatinya dari tokoh-tokoh yang ada di daerah yang memang ketokohannya diakui oleh masyarakat di daerahnya,” pungkas Aris. (Sipa Munthe/***)