SEJAK Direksi PD Pasar Horas Jaya (PDPHJ) Pematang Siantar Periode 2018-2022 dibawah kepemimpinan BW sebagai Dirut, TS sebagai Direktur Administrasi dan Keuangan serta IS sebagai Direktur Pengembangan dan SDM, erta JS sebagai Ketua Badan Pengawas, struktur dan organ PDPHJ mengalami kehancuran dan kebobrokan, hingga ratusan karyawan terlantar tidak gajian secara normal.
Tapi setelah BW dan IS mengundurkan diri, kepengurusan PDPHJ dibawah TS sebagai Plt Dirut semakin rusak parah dan berantakan.
Semua pejabat struktural diamputasi semuanya tak ada yang defenitif dan kemudian diangkat sebagai pelaksana tugas dengan SK Direksi abal-abal alias ecek-ecek.
Dimulai dari terbitnya SK Direksi PDPHJ Nomor : 800/1546/PDPHJ/XI/2020, tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja PDPHJ Kota Pematangsiantar, tertanggal 23 Nopember 2020, yang dibuat dan ditandatangani Direksi, masing–masing BW, TS dan IS sebagai anggota Direksi.
Baca juga :
Hj Susanti Dewayani: “Keberadaan LPK Seikou Education menjadi contoh positif”
Konkritnya keputusan ini, menurut Daulat Sihombing, mengubah dan membatalkan Perwa Pematang Siantar Nomor: 08 Tahun 2015 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja PDPHJ, tertanggal 28 April 2015, dari 6 Kabag menjadi 4, 13 Kasubbag menjadi 24 Staf Bidang, 3 Kapas tetap, 3 Wakapas dihapus. Sebelumnya tidak ada SPI, menjadi 1 Kepala SPI dan 2 staf SPI.
Melucuti kewenangan Wali Kota
Keputusan itu, kata Daulat Sihombing, merupakan pembangkangan dan melucuti kewenangan Wali Kota. PP No. 54 Tahun 2017 tentang BUMD, Pasal 1 angka 14, mengatur “Kepala Daerah Yang Mewakili Pemerintah Daerah Dalam Kepemilikan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan Pada Perusahaan Umum Daerah yang selanjutnya disingkat KPM adalah organ perusahaan umum Daerah yang memegang kekuasaan tertinggi dalam perusahaan umum Daerah dan memegang segala kewenangan yang tidak diserahkan kepada Direksi atau Dewan Pengawas”.
Artinya, ujar aktivis sejak era orde baru ini, Susunan Organisasi dan Tata Kerja BUMD bukan kewenangan Direksi melainkan wewenang Walikota.
Lalu mengapa Direksi dan Badan Pengawas berani-beraninya membatalkan peraturan Wali Kota. Tidak paham atau tidak mengerti, atau perduli amat dengan Wali Kota?
Merasa “tak ada” Wali Kota, TS pun menjadi-jadi. Bayangkan ia anggota Direksi tapi mampu menerbitkan 2 SK Direksi dalam satu hari yang sama.
Pertama, SK Direksi PDPHJ Nomor: 800/660/PDPHJ/VI/2021, tentang Pemberhentian Seluruh Pejabat Struktural PDPHJ, tertanggal 11 Juni 2021. Kedua, SK Direksi PDPHJ Nomor: 800/662/PDPHJ/VI/2021 tentang Pengangkatan Pelaksana Tugas Pejabat Struktural dan Staf PDPHJ, tertanggal 11 Juni 2021.
Baca juga :
4 tahun terkendala pembangunan HKBP Cilegon, Fraksi PDI-P akan buka ruang dialog
Tidak Sah
Mantan Hakim Adhoc PN Medan ini berpendapat, kedua keputusan TS tidak sah karena cacat hukum dan cacat administrasi.
Alasan Pertama, pejabat struktural PDPHJ sebelumnya diangkat dengan SK yang dibuat dan ditandatangani Direktur Utama PDPHJ secara defenitif sehingga tidak dapat dibatalkan anggota direksi di bawah level Dirut.
Kedua, Keputusan Direksi tentang Pemberhentian Pejabat Struktural PDPHJ, hanya ditandatangani TS selaku anggota Direksi, tanpa ditandatangani BW selaku Dirut dan IS sebagai anggota Direksi, padahal Bambang baru mengundurkan diri 11 Juni 2021 dengan SK Walikota No.800/660/PDPHJ/VI/2020, dan Imran baru mengundurkan diri 1 April 2022, dengan SK Walikota No. 800/499/IV/WK-THN 2022.
Ketiga, SK Pengangkatan Pelaksana Tugas Pejabat Struktural dan staf PDPHJ, tanggal 11 Juni 2021, juga hanya ditandatangani anggota Direksi TS dan IS, tanpa turut ditandatangani BW yang saat itu masih menjabat Dirut PDPHJ.
Keempat, TS baru ditunjuk sebagai Plt. Dirut PDPHJ, 27 Agustus 2021, berdasarkan SK Wali Kota Nomor: 800/598/VIII/WK-Thn 2021, sehingga sebelum itu ia tidak memiliki kewenangan apapun untuk membuat keputusan atas nama Direktur Utama PDPHJ.
Kelima, Pengangkatan Pelaksana Tugas Pejabat Struktural dan Staf PDPHJ sebanyak 15 orang berstatus Calon Pegawai dalam Keputusan Direksi Nomor: 800/662/PDPHJ/VI/2021, tertanggal 11 Juni 2021, bertentangan dengan Peraturan Direksi PDPHJ No: 800/502/PDPHJ/VI/2015 Tentang Kepegawaian PDPHJ, tanggal 26 Juni 2012, Pasal 62 yang mengatur bahwa pejabat struktural diangkat dari Pegawai Tetap dan bukan status Calon Pegawai.
Baca juga :
“Terimakasih Pak Gubernur…” INI yang dilakukan Edy Rahmayadi
Keenam, SK Pengangkatan Plt. Pejabat Struktural sarat mengandung cacat administrasi. Lampiran Keputusan Direksi sama sekali tidak ditandatangani, dan Lampiran Keputusan memuat beberapa nama yang sama, yakni: 3 nama Kardius (11, 18, 23), 2 nama Joseph Saragih (19, 24), 2 nama Edward Simanungkalit (20, 25), seterusnya No. 31 dan 33 kosong.
Hal mana menunjukkan bahwa Plt. Dirut, TS telah membuat keputusan secara suka-suka, secara liar, tanpa aturan, tanpa sistem dan tanpa kontrol.
Konyolnya di situasi itu pula TS mengembangkan intrik, adu domba dan hasutan untuk memecah belah karyawan dan pejabat struktural, lalu konflik horizontal itu dipelihara tanpa perduli dampaknya membuat perusahaan semakin terpuruk.
Berdasarkan hal tersebut, ujar Daulat Sihombing, maka Wali Kota dan Dewan Pengawas PDPHJ harus segera memberhentikan TS dari jabatan Plt. Direktur Utama tanpa menunggu berakhirnya masa jabatannya tertanggal 07 Desember 2022, atau setidaknya tidak memperpanjang masa jabatannya. (Rilis/***)