SUDAH 12 tahun sengketa agraria antara masyarakat pemilik tanah yang tergabung dalam Kelompok Tani Torang Jaya Mandiri (KTTJM) dengan perusahaan PT. Sumatera Silva Lestari (SSL) dan PT. Riang Silva Lestari (RSL) tak kunjung tuntas. Bahkan, para warga yang umumnya petani itu, dikriminalisasi pihak PT. SSL dan PT. RSL.
Hal itu diungkap Ketua KTTJM, Sugianto, kepada media saat ditemui dalam aksi inap di depan Gedung DPRD Sumut, Jalan Imam Bonjol, Medan, Senin (19/09/2022).
Sugianto menjelaskan kronologi asal muasal sengketa dimulai sejak tahun 2010.
Tahun 2004, KTTJM menguasai lahan seluas 1.024 hektar di Desa Tobing Tinggi, Kecamatan Aek Nabara Barumun, Kabupaten Padang Lawas. Lahan itu diperoleh lewat akte jual beli yang diketahui oleh Kepala Desa dan Camat. Dan seluruh anggota KTTJM memikinya.
Saat itu tidak ada masalah antara masyarakat pemilik lahan dengan PT. SSL dan PT. RSL. Keberadaan masyarakat di lahan yang telah dijadikan pemukiman dan kebun itu juga diketahui pihak perusahaan.
Baca juga :
Fajar Alfian Kristanto Siringoringo diduga korban pembunuhan berencana, pengacara desak tersangka segera ditetapkan dan ditahan
“Sejak tahun 2010 sampai tahun 2013 terjadi konflik antara masyarakat dengan perusahaan. Perusahaan mengklaim kalau lahan yang kami miliki masuk dalam Izin Hutan Tanaman Industri (HTI)-nya yang terbit tahun 2001. Dan mereka menumbangi tanaman milik masyarakat serta menguasai paksa lahan kami seluas 400 hektar,” ungkap Sugianto.
Konflik tersebut, imbuhnya, memaksa KTTJM melakukan aksi unjuk rasa sampai aksi jahit mulut dan gantung diri serta menginap hampir sebulan di depan Gedung DPRD Sumut pada bulan April 2013.
Akhirnya DPRD Sumut melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan menghadirkan seluruh pemangku kepentingan. Rekomendasi dari RDP ini yaitu : Aparat kepolisian diminta menegakan hukum secara profesional serta menjaga keamanan masyarakat.
Kepala Dinas Kehutanan diminta tidak mengeluarkan Rencana Kerja Tahunan (RKT) di areal konflik dan PT. SSL serta PT. SSL mengusahai atau mengerjakan lahan yang sudah diusahai oleh masyarakat.
DPRD Sumut bersama DPRD Kabupaten Padang Lawas, Bupati Padang Lawas, serta instansi terkait dan perwakilan masyarakat, melakukan pertemuan dengan Kementerian Kehutanan Republik Indonesia untuk meminta agar izin PT. SSL dan PT. RSL dievaluasi.
“Namun sampai hari ini, rekomendasi RDP itu belum direalisasikan oleh pemerintah,” beber Sugianto.
Dirinya juga mengatakan, tahun 2020 lalu, pihak perusahaan telah membuat laporan ke Polda Sumut dengan LP/1987/X/2020/SUMUT/SPKT III dengan sangkaan Pasal 91 Ayat (1) UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Dan terlapor empat orang anggota KTTJM.
“Seiring pengembangan penyidikan, sudah tujuh orang yang dipanggil kepolisian, termasuk pengurus KTTJM, dan tiga orang sudah dijadikan tersangka. Saat ini, pihak perusahaan juga telah menutup seluruh akses jalan keluar pengangkutan buah milik anggota KTTJM dan hanya menyisakan satu jalan yang berada sangat jauh dan terjal, milik anggota KTTJM,” jelas Sugianto.
Baca juga :
Sidak ke Puskesmas Singosari, Hj Susanti Dewayani: “Memastikan optimalisasi pelayanan kesehatan”
Menurutnya, PP Nomor 43 Tahun 2021 tentang Penyelesaian Ketidaksesuaian Tata Ruang, Kawasan Hutan, Izin, dan atau Hak Atas Tanah, telah mengatur penyelesaian konflik kepemilikan di dalam kehutanan, dan di dalamnya justeru mendahulukan penyelesaian secara struktural dan atau menunda delik pidana sebagaimana yang telah ditersangkakan terhadap para anggota KTTJM.
“Bahwa dalam rapat Forkopimda Kabupaten Padang Lawas pada tanggal 30 Oktober 2021, telah dikeluarkan rekomendasi yang salah satu rekomendasinya, pihak PT. SSL menerima pasal keterlanjuran yang isinya, bahwa tanaman yang sudah ditanami oleh masyarakat, jangan ditumbang dengan batas waktu yang ditentukan selama 25 tahun,” ungkap Sugianto.
Disebutnya, berdasarkan peta GPS, ternyata dimulai tahun 2018, lahan yang dikuasai KTTJM, berada dalam status objek identifikasi Tanah Objek Reforma Agraria (TORA). Sejak awal tahun 2022 sampai saat ini, KTTJM sedang dalam proses pengurusan TORA, berdasarkan Perpres Nomor 86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria.
Terlihat di lapangan, massa KTTJM memasang dua spanduk dengan tulisan berbunyi, “Hentikan Kriminalisasi Terhadap KTTJM” dan “Pemerintah Harus Bertanggung Jawab Atas Kepastian Hukum Hak Atas Tanah Para Anggota KTTJM.”
Selain itu, massa KTTJM memasang tenda dan terpal untuk persiapan menginap di depan Gedung DPRD Sumut.
Sugianto menyebutkan bahwa aksi tersebut akan dilakukan KTTJM sampai ada kepastian dari DPRD Sumut akan kejelasan hak mereka atas tanah tersebut. (Sipa Munthe/***)