SERIKAT Pers Republik Indonesia (SPRI), menghormati putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas perkara Nomor 38/PUU-XIX/2021 tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers terhadap Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Karenanya, Dewan Pimpinan Pusat (DPP) SPRI menyatakan akan kembali menginduk ke Dewan Pers (DP).
Pertimbangan hukum MK yang menyatakan DP itu single bar atau tunggal harus dihormati oleh seluruh masyarakat pers termasuk SPRI.
“Sejak awal kami sudah menyatakan menghormati putusan MK. Dan untuk itu DPP SPRI sedang melalukan konsolidasi organisasi di seluruh tingkatan untuk membuat laporan tertulis tentang keberadaan organisasi SPRI kepada Dewan Pers dalam waktu dekat,” sebut Ketua Umum DPP SPRI, Hentje Mandagi, dalam siaran persnya dari Jakarta, yang diterima redaksi, Rabu (14/09/2022).
Hentje juga meminta kepada seluruh jajaran pengurus SPRI dari pusat hingga ke daerah untuk menghentikan diskursus tentang fungsi DP karena putusan MK sudah jelas.
SPRI, imbuh Hentje, harus mengacu pada UU Pers untuk kembali berinduk ke Dewan Pers. Peran SPRI dalam keikutsertaan membentuk Dewan Pers Indonesia (DPI) melalui Musyawarah Besar Pers Indonesia 2018 dan Kongres Pers Indonesia 2019 adalah sejarah yang tetap harus dihormati dan dikenang. Namun DPP SPRI sudah memutuskan untuk menghormati dan melaksanakan putusan MK tersebut dan mengakui legalitas DP.
“Sekali lagi kita akan segera membuat laporan ke Dewan Pers. Tentunya kami akan mengikuti kebijakan dan ketentuan Dewan Pers tentang Standar Organisasi Wartawan yang sudah dibuat oleh organisasi-organisasi pers,” katanya.
Terkait Uji Kompetensi Wartawan (UKW) yang dilaksanakan oleh DP, Mandagi menyebutkan, hal itu juga sudah dipertimbangkan dalam putusan di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta bahwa UKW tersebut bukan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) dan MK juga sudah memasukannya dalam pertimbangan ketika memutus perkara uji materiil UU Pers.
Hentje juga menjelaskan, penyelenggaraan Sertifikasi Kompetensi Wartawan (SKW) yang dilaksanakan oleh Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Pers Indonesia berlisensi Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP), juga akan dilaporkan kepada DP.
SPRI sebagai pendiri LSP Pers Indonesia, menurutnya perlu berkonsultasi dengan DP terkait pelaksanaan SKW.
“Karena saat ini Dewan Pers tengah melakukan proses harmonisasi dengan BNSP maka DPP SPRI juga akan berkoordinasi dengan BNSP dan Dewan Pers agar proses harmonisasi bisa berjalan sesuai ketentuan yang ada,” tambahnya.
“Jadi seluruh anggota SPRI yang ingin mengikuti UKW kami persilahkan dan yang akan dan telah mengikuti SKW tetap jalan. Sertifikat UKW Dewan Pers dan Sertifikat SKW BNSP adalah sah menurut Undang-Undang. Jadi tidak perlu diperdebatkan lagi,” tegasnya.
Sebagai Ketua LSP Pers Indonesia, Hentje juga mengatakn akan mengikuti proses harmonisasi DP di BNSP.
“Kita akan berkoordinasi terkait LSP Pers Indonesia ke Dewan Pers agar menjadi bagian dalam proses harmonisasi di BNSP,” tutup Hentje.
Sementara, Sekretaris Jenderal DPP SPRI, Edi Anwar Asfar, mengatakan, sikap SPRI kembali menginduk ke DP, berangkat dari kepentingan yang lebih besar bagi pers tanah air.
Tujuan SPRI, kata Edi Anwar, bagaimana insan pers yang ada di SPRI sama-sama memberi penguatan bagi terciptanya iklim pers yang kondusif di tanah air.
Menyinggung keputusan MK, kata Edi Anwar, keputusan itu sudah final dan harus dihormati oleh segenap insan pers dan stake holders lainnya.
“Keputusan itu mestinya tidak perlu diperdebatkan lagi. Namun di lapangan pasca keputusan MK itu, masih terjadi perdebatan yang sifatnya pro dan kontra,” sebutnya.
Di lapangan, para gubernur dan kepala daerah masih saja mengunakan peraturan yang diterbitkan DP sebagai rujukan untuk Peraturan Gubernur (Pergub) maupun Peraturan Bupati (Perbup) atau Peraturan Walikota (Perwal). Hal inilah, menurut Edi Anwar, yang masih manjadi perdebatan di kalangan insan pers di daerah.
Untuk itu, Edy meminta agar Pergub atau Perbup maupun Perwal tersebut, seyogianya sudah mesti dicabut ataupun tidak diberlakukan lagi. Sebab dalam konstruksi hukum, lanjutnya, tidak hanya dilihat dari amar keputusan saja, tetapi harus mencermati pertimbangan majelis hakim.
“Pertimbangan majelis hakim itulah menunjukan posisi mereka di dalam keputusan yang diambilnya,” pungkasnya.
Ketua SPRI Sumut, menanggapi instruksi DPP SPRI tersebut, mengatakan bahwa DP sesuai putusan MK, bukan sebagai regulator atau pembuat kebijakan namun sebagai fasilitator bagi kemajuan pers nasional.
“Untuk itu, kami dari DPD SPRI Sumut sebagai perpanjangan tangan DPP SPRI meminta agar Pemprovsu dan Pemkab/Pemko se – Sumut, maupun institusi vertikal yang ada di Sumut, dapat segera mencabut regulasi atau peraturan yang tidak sesuai terhadap putusan MK itu,” tuntasnya. (Sipa Munthe/***)