“TEMPATNYA bagus banget ya. Kalau kita lihat tebingnya bagus, terus cukup menantang dan kelihatan ada beberapa tempat yang sudah pernah dipanjat, sehingga pengamannya ditinggal. Maka kalau hari ini dijadikan momentum, para pemanjat tebing semuanya bisa melihat, Kades, Camat, Pemda dari Wonosobo bisa me-manage, maka sebenarnya ini bisa dijadikan sebagai destinasi wisata, khususnya sport tourism,” kata Gubernur Provinsi Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, seusai membuka Indonesia Climbing Festival di Tebing Watu Gribig, Jojogan, Kejajar, Wonosobo, Sabtu (10/9/2022).
Ganjar Pranowo pun, ingin kawasan tebing Watu Gribig, dikembangkan menjadi salah satu destinasi wisata khusus sport tourism.
Sebab, tebing-tebing di kawasan desa tertinggi di Pulau Jawa itu, menawarkan keindahan alam khas Dieng, dan tantangan bagi para pemanjat tebing.
Ditambahkan, setelah dikelola dengan baik dan menjadi tujuan wisata, akan banyak orang yang datang ke sana. Baik sekadar melihat orang panjat tebing, maupun berlatih panjat tebing.
“Jadi orang yang belum pernah panjat tebing juga bisa memanjat, merasakan sensasinya. Mungkin nanti para pemanjat juga bisa mencarikan jalur-jalur yang relatif lebih mudah (bagi pemula),” katanya.
Baca juga :
Kasus Fajar Alfian Siringoringo diduga korban pembunuhan, dari penyelidikan ke proses penyidikan
Destinasi wisata sport tourism
Selain itu, kata Ganjar Pranowo, Indonesia Climbing Festival juga menjadi pemicu untuk membuat lebih banyak event serupa di Tebing Watu Gribig. Tidak hanya berlomba untuk rute memanjat dari bawah ke atas, tetapi juga traversing atau melintasi dinding batu secara horizontal.
“Yang menarik dari tebing ya, ini betul-betul rock climbing. Menarik adalah kita yang mengikuti cacat batuannya, sehingga orang ditantang untuk orientasi dulu, atur strategi, dan itu membikin lebih complicated, tapi nuansanya akan sangat berbeda dibandingkan yang artifisial. Sehingga, ini bisa menjadi tempat destinasi wisata sport tourism yang sangat menarik,” jelas gubernur.
Ganjar Pranowo mengungkapkan, dia seakan bernostalgia dengan masa lalu. Masa mudanya sewaktu kuliah di Universitas Gadjah Mada, juga tergabung dalam mahasiswa pecinta alam Fakultas Hukum.
Sekitar akhir 1980-an Ganjar sempat intens berlatih panjat tebing. Saat itu belum banyak wall climbing yang ada, sehingga berlatih langsung di tebing batu.
“Saya melatih juga dulu. Tahun 1988 itu pernah melatih, kebetulan saya ketua Mapala di Fakultas Hukum, kemudian kita punya binaan di SMA 8 Yogyakarta. Saya ingat salah satu anak bernama Andi, kelak kemudian Andi itu jadi pemanjat, dan sekarang jadi pelatih di Bali,” kata Ganjar Pranowo yang juga sempat mempraktikkan menjadi pelatih panjat tebing, saat melihat atraksi panjat tebing dari dua anak asal Desa Jojogan, Shahnaz Salisa Maizula Zahra dan Candhika Candra Dahlia (Caca).
Ganjar Pranowo sempat mengecek apakah tali yang mengikat tubuh Shahnaz terlalu kencang dan membuat sakit. Ia juga sempat memberikan beberapa arahan saat dua anak itu sudah mulai memanjat tebing.
Baca juga :
Ikut Lapak Ganjar, penjualan perajin Terasi meningkat dan buka lapangan kerja
Memadukan climbing dengan culture
Sementara itu Ketua Panitia Indonesia Climbing Festival (ICF), Wiwik Yuniasih mengatakan, ICF memadukan antara adventure terutama rock climbing dengan culture. Perpaduan itu selalu menjadi dasar dari penyelenggaraan ICF di mana pun, termasuk yang diselenggarakan di Dieng.
“Kita berharap rock climbing menjadi destinasi. Itu mimpi kami semua, terutama untuk peningkatan ekonomi masyarakat. Tebing di Wonosobo ini eksotik dan unik karena tidak tinggi tetapi banyak. Di beberapa bagian tebing juga terdapat gua sehingga ke depan dapat dieksplorasi,” katanya.
Wiwik berharap festival panjat tebing di Wonosobo dan daerah lain, dapat masuk dalam kalender nasional bahkan internasional. Ia juga berharap penyelenggaraan ke depan dapat mengundang pemanjat tebing dari luar negeri.
“Pengennya itu, target kami tidak hanya nasional tetapi juga bisa mendatangkan pemanjat luar negeri,” ujar wanita yang juga pendiri Vertical Roop Indonesia sebagai inisiator Indonesia Climbing Festival.
Untuk event ICF sendiri, jelas Wiwik, menyasar pemanjat usia muda, antara umur 16-25 tahun. Panitia juga membuka kesempatan bagi siapa pun yang mau panjat tebing, untuk ikut serta dalam gelaran itu.
“Awalnya kami buka pendaftaran, sekarang sudah kita open, semua bisa ikutan. Kami juga gandeng Ganjar Pranowo karena selain dulunya anggota Mapala, beliau juga dekat dengan anak muda,” jelasnya. (Humas Jateng/***)