Segaris.co menyajikan tiga tulisan dari hasil wawancara dengan Donna Pandiangan di sela-sela gelar Lomba Cerdas Cermat (LCC) di internal siswa kelas VII dan VIII SMP Negeri 1 Gunung Malela, Selasa (21/06/2022).
FEBRUARI 2022, Donna Pandiangan diamanahkan Bupati Kabupaten Simalungun, Radiapoh Hasiholan Sinaga untuk mengemban tugas sebagai Kepala SMP Negeri 1 Gunung Malela.
Sebelumnya, selama 1,6 tahun, Donna Pandiangan menduduki jabatan sebagai Kepala SMP Negeri 3 Jorlang Hataran.
SMP Negeri 1 Gunung Malela, berdiri tahun 1995 di atas lahan seluas 2 hektar. Terdapat 23 lokal belajar, ruang guru, ruang kerja kepala sekolah, joglo, perpustakaan dan kantin.
Ketika memulai tugas, Donna Pandiangan melihat taman yang tidak terawat dan rerumputan yang tumbuh liar. Bahkan, di bagian paling belakang sekolah, terdapat lahan seluas 16 rante bak hutan.
Kemudian, memasuki ruang belajar anak didik, Donna Pandiangan melihat para guru saat menerangkan pelajaran, masih menggunakan papan tulis warna hitam (black board) dan menggunakan alat tulis dari kapur.
Merubah black board menjadi white board
“Saya merasa sangat prihatin melihat kondisi sekolah, dan semakin memprihatinkan lagi, melihat para guru menggunakan kapur tulis. Hari gini, guru masih menggunakan kapur tulis. Tak terbayang kan bagaimana para guru menghirup debu kapur tulis itu,” kata Donna Pandiangan.
Kemudian, dipesankan Donna Pandiangan kepada para guru, agar tetap bersemangat mengajar anak didik.
Donna Pandiangan, merasa prihatin bahwa SMP Negeri 1 Gunung Malela, yang sudah berusia 27 tahun, guru-gurunya masih menggunakan black board dan kapur tulis.
“Saya sampaikan kepada para guru, dalam waktu dua bulan, saya akan merubah black board menjadi white board, dari kapur tulis menjadi menggunakan spidol,” kata Donna Pandiangan yang meminta waktu 2 bulan, dengan pemikiran bahwa menggantikan black board menjadi white board secara bergilir.
“Ketika itu, saya berpikir, dengan 23 kelas, mengganti black board menjadi white board, tidaklah dapat sekaligus, karena terkait anggaran dan jalan lain untuk memenuhinya, ya dengan menyicil,” kata Donna Pandiangan.
Namun, apa yang dipikirkan Donna Pandiangan, berbanding terbalik, sebab dalam prosesnya malah dapat terlaksana dalam waktu dua minggu, black board sudah berganti jadi white board di 23 kelas yang ada.
Guru pun semakin semangat
Berubahnya black board menjadi white board, dan kapur tulis menjadi spidol, sangat menggembirakan dan menyemangati para guru, karena tidak lagi berhadapan dengan debu kapur tulis, dan yang selama ini setiap selesai mengajar, harus mencuci tangan yang berlepotan kapur berwarna putih tersebut, tidak lagi dilakoni para guru.
“Rasanya lebih nyaman jika para guru menerangkan dengan white board dan menulis dengan spidol. Para guru dan anak didik, harus merasa nyaman di kelasnya. Sekolah harus dapat membangun suasana kekeluargaan, karena kita sedang menempah anak didik kita sebagai penerus bangsa,” kata Donna Pandiangan. (Ingot Simangunsong/***/bagian pertama)