Jurnalis l Antoni Antra Pardosi
Dataran tinggi Tapanuli, Provinsi Sumatera Utara, memiliki sejumlah jalur maut. Jalur yang kerap dibicarakan adalah Batu Jomba dan Aek Latong di Tapanuli Selatan, Batu Lubang di Sibolga, serta Sipintupintu di Toba.
Jalur lain yang wajib diwaspadai adalah Sipegepege, terdapat di perbatasan Kecamatan Habinsaran dan Nansau, Kabupaten Toba.
Kecelakaan tunggal berupa sepedamotor dan kendaraan roda empat yang terguling ke jurang, merupakan catatan kecelakaan utama di jalur tersebut.
Kejadian terbaru adalah kecelakaan yang merenggut nyawa Lindung Siagian (65) saat mengendarai pick up, Februari 2022.
Sebelumnya, yaitu pada Agustus 2018 kecelakaan juga menimpa bus rombongan pesta, mengakibatkan 2 orang meninggal dunia dan beberapa orang lainnya mengalami luka berat.
Kejadian tersebut menambah deret panjang jumlah korban naas dalam belasan tahun terakhir, baik menimpa warga setempat maupun pendatang.
Medan berat
Faktor medan, kondisi alam, serta ketidakwaspadaan pengendara merupakan penyebab kecelakaan di Sipegepege.
Jalur ini berkelok, menanjak dan menurun sepanjang 2 kilometer, menyisir dinding jurang lembah yang dalam, hutan tropis yang masih dihuni satwa liar seperti monyet dan orangutan.
Tebing di atas jalan amat curam, sementara itu di dinding jurang di bawahnya amat terjal dengan kemiringan ekstrem, sebagian nyaris vertikal, kedalamannya bervariasi antara 70 hingga 110 meter.
Di dasar jurang sempit berdinding batu mengalir sebuah sungai berarus deras dengan kedalaman belasan meter, yaitu Aek Hualu.
Beratnya medan membuat evakuasi korban kecelakaan selalu melibatkan tim SAR. Hanya mukjizat saja apabila ditemukan korban selamat.
Pencarian korban amat dramatis, bisa berhari-hari bahkan ada yang tidak diketemukan karena hanyut, sementara radius pencarian ke hilir terhalang kondisi medan yang sama. Lebih ke hilir lagi ditemukan beberapa jeram, salah satunya Air Terjun Sipintoa.
Baca juga : Kawanan monyet dan babi hutan serang kebun jagung di Habinsaran Toba
Ekstra Hati-hati
Pengendara musti ekstra hati-hati melewati Sipegepege, harus fokus dan tidak boleh abai terhadap kelengkapan kendaraan, seperti rem dan kondisi ban.
Jalur tersebut hanya memiliki beram tak lebih dari satu meter di bibir jurang, serupa gundukan pendek dan sebagian rata, sementara beberapa titik di antaranya terkelupas menyentuh badan jalan.
Faktor alam juga mempengaruhi kerawanan Sipegepege. Manakala hujan, jalan menjadi licin karena tidak ada drainase. Lereng Paridian dan Singkamjulu di atas tebing juga rawan longsor akibat penambangan batu oleh warga sekitar.
Kabut tebal pada pagi dan gelap hari kerap menyelimuti kawasan ini menjadi faktor pendukung, karena memperpendek jarak pandang.
Apalagi, di sepanjang jalur tersebut hanya terdapat beberapa pagar pengaman atau guard rail. Sementara itu, di sepanjang jalur sama sekali tidak ditemukan papan peringatan dan rambu lalu lintas.
Jembatan tanpa pagar pengaman
Ketegangan memasuki Sipegepege dimulai dari Jembatan Paridian. Pasalnya, jembatan rangka dari besi (truss bridge) sepanjang 50 meter tersebut tidak memiliki pagar di kedua sisi.
Menurut warga, ratusan meter pagar jembatan raib dicuri. Keadaan ini sudah bertahun-tahun, namun tidak ada perbaikan.
Dulu, saat masih ada pagar, lokasi itu kerap dijadikan objek swafoto. Belakangan pelintas musti waspada, sebab apabila lengah bisa terjun ke sungai yang permukaannya mencapai 90 meter di bawah jembatan.
Baca juga : Jadame Sipayung: “Gapura itu saya bangun untuk kenangan memasuki masa pensiun”
Pemprov Sumatera Utara harus tanggap
Jalur ini merupakan lintasan Jalan Provinsi Parsoburan – Perbatasan Labuhanbatu Utara (Labura), kurang lebih 10 kilometer dari Pasar Parsoburan, ibukota Kecamatan Habinsaran.
Warga Habinsaran dan Nansau berharap agar Pemprov Sumatera Utara, dalam hal ini Dinas Bina Marga dan Dinas Perhubungan musti cepat tanggap.
Dikhawatirkan, apabila tidak segera ditangani akan menambah korban baru, mengingat Sipegepege merupakan akses utama ke Nansau, demikian seterusnya akan tersambung menuju Labura dan kabupaten sekitar.
Camat Nansau, Timbul Sipahutar menyebut telah mengajukan penanganan preventif kepada instansi terkait.
“Kami mengusulkan penambahan pagar pengaman, baik berupa logam maupun beton, termasuk papan peringatan dan rambu lalu lintas,” kata Timbul Sipahutar kepada Segaris.co, belum lama ini.
Selain itu, karena jalur tersebut tidak dilalui jaringan listrik, Timbul Sipahutar mengusulkan pemasangan lampu jalan berupa solar cell (listrik tenaga surya).
Berdasarkan pengamatan media ini, penempatan pagar pengaman di sepanjang ruas jalan provinsi dari Silimbat menuju perbatasan Labura sepanjang 80,5 kilometer banyak yang ditempatkan asal jadi, alias tidak pada tempatnya.
Akan dibangun PLTA
Menurut informasi, PT Energy Toba Prima (ETP) akan menyulap Sipegepege dengan membangun PLTA (Pembangkit Listrik Tenaga Air).
Hal tersebut juga diiyakan Timbul Sipahutar namun belum memperoleh kepastian kapan pembangunan PLTA tersebut direalisasikan.
Investor tersebut, tambah Timbul Sipahutar, telah membebaskan sebagian lahan warga di ujung kawasan Sipegepege dan telah dipasangi plang.
Begitu pun, meskipun akan difungsikan menjadi PLTA, masyarakat masih berharap agar jalur Sipegepege tetap diperhatikan pemerintah.
“Kita tidak tahu kapan PLTA itu dibangun. Jangan-jangan mangkrak seperti PLTA Impola,” kata Dapot Pasaribu menghunjuk pembangunan PLTA yang terbengkalai lebih dari 15 tahun lalu, terletak di kawasan Air Terjun Sipintoa.
“Kita tidak ingin ada kecelakaan lagi terutama apabila jalan provinsi semakin ramai dilalui pengguna lalu lintas yang buta kerawanan Sipegepege,” harapnya. (***)