OKTOBER 2018…. Jubelson Purba SPd, MSi (51) diberi kepercayaan oleh Pemkab Simalungun sebagai Kepala SD Negeri 094109 Raya Pinantar, Kecamatan Pematang Raya, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara.
Ada 9 guru yang dipimpin bersama 146 siswa dan satu guru sudah memasuki pensiun, yakni Rotmina Sipayung.
Berikut kisah Jubelson Purba, bagaimana dia merubah sebutan “Rumah Hantu” menjadi “Sekolah mungil rindang” yang dituturkan khusus kepada segaris.co, disaksikan Kepala Bidang Pembinaan Sekolah Dasar (SD), Dinas Pendidikan Kabupaten Simalungun, Syahmantuah P Sidabalok, Selasa (24/05/2022).
Merubah sebutan “Rumah Hantu”
Jubelson Purba menjelaskan, saat pertama bertugas, dia menemukan di bagian kanan sekolah, sebuah bangunan (dulunya sebagai rumah dinas) yang tidak terawat, dan disebut-sebut sebagai “rumah hantu”.
Perlahan, kata Jubelson Purba, diupayakan memperbaiki kondisi rumah tersebut, dan kemudian dipersiapkan sebagai ruang unit kesehatan sekolah (UKS).
“Sejak awal bertugas, kesan rumah dinas yang angker menurut warga tersebut, berubah menjadi ruang kesehatan bagi siswa,” kata Jubelson Purba.
UKS tersebut ditanggungjawabi oleh guru olahraga. Di ruang UKS terdapat satu tempat tidur yang tertata dengan dilengkapi sarana P3K berupa obat-obatan.
“Kalau ada anak didik yang terjatuh saat bermain dan terluka, maka P3Knya kita lakukan di ruang UKS,” kata Jubelson Purba.
Menjadi “sekolah mungil rindang”
Kemudian, hal lain yang diprogramkan Jubelson Purba, adalah bagaimana menjadikan sekolah yang mungil tersebut, ditumbuhi berbagai jenis tanaman yang rindang, sehingga sekolah terkesan indah, nyaman dan menyejukkan.
Hal itulah yang dilakukan Jubelson Purba sejak aktif sebagai kepala sekolah.
Membersihkan lingkungan sekolah dan menanam pepohonan, dimulai dari dirinya Jubelson Purba.
“Sebagai pimpinan, saya harus yang pertama menunjukkan rasa empaty terhadap lingkungan sekolah. Saya mulai membersihkan ruang kerja saya, kemudian halaman sekolah dan seterusnya menanam pohon,” kata Jubelson Purba.
Apa yang dilakukan Jubelson Purba membuahkan hasil yang luar biasa. Para guru mulai melakukan hal yang sama. Kemudian disusul para anak didik.
Hasilnya, ya seperti yang terlihat sekarang ini, sekolah yang mungil itu ditumbuhi pepohonan rindang. Kelihatan asri, ada tempat duduk dan terasa nyaman.
Anak didik kutip sampah
Hal lain yang ditanamkan di sekolah tersebut, adalah para anak didik yang berjalan kaki di sepanjang jalan menuju sekolah, jika menemukan sampah harus diambil.
“Sampah yang dikutip siswa dibawa ke sekolah. Sesampainya di sekolah, sampah organik dan non organik dipisahkan dan ditempatkan di belakang sekolah,” kata Jubelson Purba.
Sampai sekarang, tradisi anak didik mengutip sampah tersebut masih berjalan.
Walau pun, menurut Jubelson Purba gerakan itu walau tidak memberikan dampak terhadap berkurangnya pembuangan sampah ke jalan, anak didiknya tetap menjalankan program tetsebut.
“Pengutipan sampah tetap dilakukan anak didik, sebagai bentuk empaty pada lingkungan,” kata Jubelson Purba.
Marching band
Salah satu kegiatan ekstra kurikuler sekolah tersebut, adalah marching band.
Jubelson Purba menginisiasi kegiatan tersebut dengan melibatkan komite sekolah dan para orangtua siswa.
“Biaya beli peralatan Rp15 juta untuk marching band, ya hasil kesepakatan bersama, dimana para orangtua anak didik membantu merealisasikannya,” kata Jubelson Purba.
Dengan sudah diperbolehkannya pembelajaran dengan tatap muka, maka marching band akan diaktifkan kembali.
“Jika diijinkan, pada perayaan HUT Proklamasi tahun ini, anak didik kami siap untuk tampil,” kata Jubelson Purba yang menurutnya marching band itu sudah sering ditampilkan.
Sekolah yang dipimpin Jubelson Purba tersebut, patut dijadikan sekolah percontohan. (Ingot Simangunsong)