PEMERINTAH Provinsi Jawa Tengah menggulirkan program “Satu OPD Satu Desa”.
Organisasi perangkat daerah (OPD) Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Jawa Tengah pun, menjadikan Desa Bojongnangka, Kecamatan Pemalang, Kabupaten Pemalang sebagai desa binaan, sejak tahun 2020.
Selama dua tahun, berbagai upaya dilakukan untuk mengangkat potensi desa, hingga mampu lepas dari jeratan kemiskinan.
Desa Bojongnangka yang pernah menyandang predikat desa miskin, kini telah berkembang dan memiliki edukasi wisata.
Kategori desa miskin
Kepala Desa Bojongnangka, Wahmu mengatakan, desanya masuk dalam kategori miskin di Kabupaten Pemalang.
Sehingga mendapat pendampingan dari Pemprov Jawa Tengah sejak 2020 sampai 2021.
“Kenapa kita ada pendampingan dari BKD, karena di Pemalang ada beberapa desa miskin, di antaranya Desa Bojongnangka,” kata Wahmu, Minggu (15/05/2022).
Pendampingan itu, menurutnya, dilakukan untuk mengangkat desa dari jeratan kemiskinan, dengan cara pendataan potensi dan mencari solusinya.
Ditambahkan Wahmu, jumlah penduduk Desa Bojongnangka sekitar 9.600 jiwa lebih dengan 3.500 kepala keluarga. Dan, 99 persen bekerja sebagai petani dan buruh tani.
“Kita masih dalam tahap meningkatkan perekonomian, khususnya petani,” kata Wahmu.
Baca juga : Patut dicontoh!!! Petani organik Merbabu kembangkan 111 jenis tanaman dan ekspor ke Singapura
Pendampingan dan pelatihan
Pada tahun 2019, Pemdes setempat berinisiasi untuk membangun rumah produksi pupuk organik. Namun, karena keterbatasan anggaran, mereka hanya mampu membeli mesin pencacah sampah.
Bukan hanya itu, pendampingan itu juga dilakukan dengan memberikan pelatihan-pelatihan.
“Di tahun 2020 itu ada pendampingan dari BKD dan kerja sama Bank Jateng, memberikan bantuan alat pengayak sampah, bangunan rongga untuk fermentasi, tempat sampah, dan becak pengangkut sampah. Nah, saat itu produksi pupuk organik bisa beroperasi,” kata Wahmu.
Sejauh ini, katanya, mesin pembuat pupuk organik tersebut mampu menghasilan sekitar satu ton kompos dalam sebulan.
“Hasil pembuatan kompos tidak dijual belikan, tapi diberikan ke petani secara gratis dalam rangka membantu mengurangi kebutuhan pupuk,” kata Wahmu.
Eduwisata sawah
Wahmu membeberkan, keberhasilan dalam mengelola pupuk berbahan sampah organik dari warga itu, kemudian dikembangkan menjadi eduwisata sawah.
Selain bisa belajar mengelola pertanian dengan pupuk organik, pengunjung juga bisa menikmati kuliner khas desa dan berswafoto.
“Sekarang saya mengembangkan menjadi wisata ekdukasi sawah, kita namakan Gatra Kencana. Beberapa daerah datang kesini untuk studi banding, seperti Brebes, Tegal, Pekalongan, dan Demak. Sejak dibuka Desember lalu, kini sudah mampu memberi pemasukan Rp500 juta,” kata Wahmu.
Ditambahkan Wahmu, saat proses pendampingan, Pemprov Jawa Tengah juga memberikan bantuan rehab rumah tidak layak huni bagi tiga warga.
“Ada tiga rumah warga yang mendapat bantuan renovasi,” katanya.
Mengaku senang
Sementara, Carmo, petani Desa Bojongnangka mengaku senang desanya telah mampu memproduksi pupuk organik sendiri.
“Senang, karena kalau mau menanam tinggal minta ke Pak Lurah, dan ambil sendiri,” katanya.
Menurut Carmo, pupuk organik tersebut kualitasnya bagus buat tanaman.
“Kalau ditabur itu bisa merata. Hasilnya bagus. Saya punya satu hektare sawah, ditanami padi dan jagung,” katanya.
Sebagai informasi, di Jawa Tengah sudah ada 172 desa mendapat pendampingan dari pemerintah provinsi sejak 2019.
Setidaknya, 48 OPD yang terlibat dalam program tersebut dengan berbagai program, mulai dari pemberdayaan, rehab RTLH, jambanisasi, dan lainnya. (Diskominfo Jawa Tengah/***)