Oleh | Ingot Simangunsong
SELASA (sore), 03 Mei 2022 di hari kedua Hari Kemenangan yang Fitri, saya dan Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) Jaringan Masyarakat Muslim Membangun (JM3), Syaiful Amin Lubis “kongkwo-kongkwo” di Café Vonna Jalan Kartini, Kota Pematangsiantar.
Karena setting-annya di Kota Pematangsiantar, bincang-bincangnya ya di seputaran tagline “Siantar Sehat, Sejahtera dan Berkualitas.”
LiSA dan sentuhan moralitas
Yang pertama, topiknya adalah program LiSA (Lihat Sampah Ambil), gagasan Plt Wali Kota Pematangsiantar, Hj Susanti Dewayani, sebagai salah satu pengimplementasian Siantar Sehat.
Kota Pematangsiantar yang terdiri dari 8 kecamatan dan 53 kelurahan, dengan luas wilayah mencapai 55,66 km² dan jumlah penduduk sekitar 281.357 jiwa (2017), dan kepadatan penduduk 5.055 jiwa/km², tentu butuh sentuhan khusus dalam penanganan masalah sampah. Karena Siantar harus sehat. Karena Siantar, harus terbebaskan dari parit-parit yang mampet, agar genangan air mencapai titik nol.
Sudahkah LiSA bermakna? Tentu, masih jauh dari harapan, karena memang masih pada tataran sebagai gerakan moral.
Hj Susanti Dewayani ingin menyentuh nuansa moralitas, bahwa sampah adalah menjadi tanggungjawab bersama, karena kehadiran sampah berawal dari pribadi demi pribadi kita yang berada di rumah besar, Kota Pematangsiantar.
Gerakan LiSA, dalam kurun waktu yang demikian singkat, tentu sudah menyentuh sendi-sendi kepedulian, yang tentu dimulai dari para pemangku kecamatan, kelurahan, lingkungan hingga rukun tetangga/rukun warga serta tokoh masyarakat, tokoh pemuda, tokoh agama, dan para stakeholder.
Kenapa? Karena Gerakan LiSA, sekecil apa pun, sudah kelihatan. Ketika masyarakat mengeluhkan tidak tersedianya, tempat pembuangan sampah sementara (TPS), di beberapa kelurahan, segera dibangun. LiSA dirancang sebagai gerakan bersama, yang diharapkan berkesinambung dan memiliki keterkaitan bagi setiap komponen yang ada.
Blue-print LiSA
Pemerintah Kota Pematangsiantar pun, sedang menggodok blue-print atau semacam SOP pengimplementasian program LiSA yang tertata dan terukur.
Sehingga LiSA, tidak hanya sebatas atau sekadar Lihat Ambil Sampah. Tetapi, bagaimana sampah menjadi benar-benar bermanfaat dalam daur ulang, yang menghasilkan bagi kesejahteraan dan keberkualitasan masyarakat di sekitaran produk sampah.
Hj Susanti Dewayani, dengan segala kemampuan dan kekuatan bersama tim pemikir, bergerak cepat untuk membenahi Kota Pematangsiantar, agar terbebaskan dari masalah sampah.
Kota Pematangsiantar butuh perubahan cepat, dengan narasi berkekuatan data, yang didukung sinematik visual dalam sentuhan tangan dingin seorang Ibu, Hj Susanti Dewayani.
Penggodokan blue-print tersebut, akan menjadi hasil kerja yang butuh legalisasi dalam bentuk peraturan daerah.
Narasi-narasi dengan kelengkapan data tersebut, nantinya butuh penguatan dukungan moral dari berbagai komponen yang ada, termasuk di dalamnya para wakil rakyat yang terhormat di DPRD Kota Pematangsiantar.
Penulis, pimpinan redaksi segaris.co