Catatan | Ingot Simangunsong
SEORANG guru tenaga honorer di salah satu SMP Negeri di Kabupaten Simalungun – melalui kepala sekolah – mendapat informasi adanya penerimaan Pegawai Tidak Tetap (PTT).
Dari informasi itu, si guru yang setiap bulan terima honor Rp1.080.000 itu pun, mempersiapkan dokumen yang diperlukan sebagai kelengkapan untuk persyaratan menjadi PTT.
Kemudian si guru tersebut, bersama beberapa teman gurunya yang lain, diarahkan untuk menyampaikan dokumen kepada seorang Kabid Pembinaan SMP (sekarang sudah mantan).
“Kami datang ke rumahnya untuk menyerahkan dokumen dan saat bertemu disampaikan agar kami siapkan dana untuk dapat diterima sebagai PTT,” kata si guru tenaga honorer.
Baca juga : Cerdas Cermat, juga Kelompencapir Pak RHS
Sediakan dana Rp5.000.000
Dalam pertemuan dengan Kabid Pembina SMP itu, si Kabid menyebutkan angka Rp5.000.000 yang harus dipersiapkan sebagai “uang pelicin.”
Menurut si guru honorer tersebut, sempat terjadi tawar menawar dengan si Kabid, agar diturunkan dari Rp5.000.000 ke Rp2.500.000. Namun, penawaran itu tidak terpenuhi, sehingga angka Rp5.000.000 yang harus disediakan.
“Saya sudah dengar dari pengalaman teman-teman sebelumnya, memang harus disiapkan uang tersebut. Dalam pertemuan itu, saya hanya membawa uang tidak sebanyak yang disebutkan. Jadi saya harus dua kali menyampaikannya,” kata si guru honorer.
Tidak tahu Bupati RHS sebutkan tidak ada kutipan apa pun
Kejadian yang dialami si guru honorer tersebut, sesudah Pemerintah Kabupaten Simalungun, dipimpin Radiapoh Hasiholan Sinaga (RHS), yang di masa kampanye pada Pilkada Serentak 2020 hingga saat ini, tetap komit dengan giatnya menyuarakan bahwa tidak akan ada lagi uang kutipan apa pun, uang cas atau yang disebut-sebut uang pulsa.
“Saya tidak tahu kalau sekarang tidak ada pengutipan apa pun. Saya masih ingat bagaimana teman saya yang lain, dapat diangkat jadi PTT karena menyediakan dana,” katanya.
Kabar adanya kutipan dana untuk menjadi PTT di lingkungan Dinas Pendidikan itu pun – menurut informasi sampai ke RHS – dan si Kabid dipanggil dan diperintahkan untuk mengembalikan uang yang sudah diterimanya. Efeknya, si Kabid pun dicopot.
Baca juga : Bersih-bersih Tapian Dolok, kuliner dan produk UMKM
Belum dikembalikan juga
Si guru honorer – yang masih melajang itu – sudah tiga bulan berjalan permasalahan yang dihadapinya, uang yang Rp5.000.000 itu, belum juga dikembalikan.
“Saya sudah hubungi lewat telepon, tidak pernah ada jawaban. Mau mendatangi rumahnya, saya tidak ada yang menemani,” kata guru honorer itu.
Ironisnya, teman-temannya si guru honorer itu, yang sama-sama menyerahkan dana Rp5.000.000 karena punya “kekuatan” untuk mendatangi si mantan Kabid Pembinaan SMP tersebut, uangnya sudah dikembalikan utuh Rp5.000.000.
“Saya berharap sekali uang itu dikembalikan,” kata si guru honorer yang sangat membutuhkan uang tersebut.
Masih dalam proses
Menurut si guru honorer, berkas (dokumen) kelengkapan administrasinya dan beberapa teman mereka, sudah sampai ke pihak Dinas Pendidikan.
“Pengajuan untuk menjadi PTT, kami dengar sudah sampai juga ke Dinas Pendidikan. Jadi masih dalam proses. Namun, saya masih tetap berharap, uang saya dapat Kembali,” katanya.
Guru tenaga honorer itu, masih tetap mengajar di SMP Negeri dengan honor bulanan Rp1.080.000. Artinya, dengan gajinya yang 5 bulan, si guru honorer tersebut, harus menyerahkan dana Rp5.000.000 kepada mantan Kabid Pembinaan SMP tersebut. (***)