RADIAPOH Hasiholan Sinaga – Bupati Kabupaten Simalungun – sedang giat-giatnya membranding kata “Simaloengoen” pada produk hasil pertanian, yang dimulai dari buah “jeruk Simaloengoen”. Bakal menyusul “Bawang Simaloengoen”, “Cabai Simaloengoen” dan yang lainnya.
Geliat branding tersebut, bermula dari informasi yang didapat, bahwa jeruk asal Simalungun, yang lebih dikenal malah nama kabupaten lain. Bak kalimat yang sering disebut, “Lembu punya susu, Beng… yang punya nama.”
Radiapoh Hasiholan Sinaga pun berupaya memutus anekdot yang tidak “menggelikan” itu dengan membentuk Koperasi Haroan Bolon dan mengaktifkan kembali badan usaha “Agro Madear”, yang menjalankan misi “menyelamatkan” hasil pertanian Simalungun, agar tidak “dibranding” pelaku usaha daerah lain.
Tentu gebrakan yang terkoordinir tersebut, dengan melibatkan lintas OPD ditambah koperasi dan badan usaha daerah. Kolaborasi – yang selalu diingatkan Radiapoh Hasiholan Sinaga – menjadi pintu masuk terselamatkannya produk pertanian untuk kesejahteraan para petani.
Baca juga : Perhatian, Juni 2022 tahapan Pilpres dan Pileg serentak dimulai
Mampu menerjemahkan sinyal
Koperasi Haroan Bolon – yang dikomando John Meyer Purba – dan Agro Madear dengan Tri Dharma Sipayung, merupakan dua wadah yang dimenej dua orang muda enerjik, dan ke depan diharapkan mampu menerjemahkan sinyal yang disampaikan Radiapoh Hasiholan Sinaga.
Artinya, hasil bumi Simalungun, pengelolaan dan pendistribusiannya harus dimaksimalkan oleh komponen yang sudah ada dan yang akan ada. Anekdot “Lembu punya susu, Beng… punya nama”, harus dipupus habis. Kemudian diperjelas dan dipertegas dengan branding “Simaloengoen”.
Jika hal itu dapat dikolaborasikan, maka buah nyatanya, adalah peningkatan kesejahteraan para petani. Karena Koperasi Haroan Bolon dan Agro Madear, akan berperan menjaga kestabilan harga hasil bumi dari para petani.
Baca juga: Lepas pengiriman “Jeruk Simaloengoen” ke Pulau Jawa, Bupati: “Semua ini berkat kebersamaan kita”
Transparansi
Namun, ada yang patut diperhatikan, yakni terkait dengan transparansi tentang petani yang tersejahterakan dari setiap branding tersebut.
Para pemangku kekuasaan atau pengambil kebijakan dalam proses branding hasil pertanian, diharapkan transparansinya dalam menginformasikan para petani yang turut serta menyumbangkan hasil pertaniannya dalam branding hasil bumi Simalungun.
Maksudnya, agar secara tegas dapat diketahui, apakah hasil bumi (pertanian) itu, sejatinya memang hasil kerja petani (rakyat) ataukah hasil kerja petani (berdasi) yang menikmati hasil bumi yang dikerjakan para buruh tani.
Semoga branding memang benar-benar bagi peningkatan kesejahteraan rakyat (petani), bukan petani berdasi.
Dinas Pertanian, perlu ekspos petani (rakyat) yang sudah menikmati perubahan pendapatan dari hasil pertanian yang dibranding tersebut. Agar bermanfaatlah, apa yang disebut Bupati, bahwa “Semua ini berkat kebersamaan kita.” (***)
By Ingot Simangunsong, pimpinan redaksi segaris.co