Penulis | Ery Jely Bandaro
SETELAH FPI dan HTI dibubarkan, para pengikutnya seperti anak kehilangan induknya. Mereka ini sebagian ada yang jadi lone Wolf atau Srigala kesepian.
Biasanya sangat mudah diprovokasi oleh aktor intelektual untuk tujuan politik. Biasanya provokasi mereka tidak sulit. Cukup mengulang-ulang narasi dari para mentor sebelumnya. Mereka siap jadi srigala penyerang.
Mereka tidak peduli resiko dirinya.Mereka sangat yakin bahwa apa yang dia lakukan menuju surga yang dijanjikan Allah.
Baca juga: Sekali lagi tentang Nekolim
Bubarkan HTI belum cukup, tirulah China
Kesalahan terbesar Jokowi adalah membubarkan HTI dan FPI tanpa diikuti dengan program deradikalisasi. Kita bisa belajar dari kehebatan China melakukan deradikalisasi di wilayah Xinjiang.
Pertama, para pemikir atau aktor intelektualnya ditangkap. Mereka tidak dipenjara. Tetapi ditempatkan dalam camp pembinaan.
Mereka dijauhkan dari semua media massa dan buku bacaan. Mereka hanya disuruh kerja. Di camp itu ada pabrik beragam.
Di sanalah mereka bekerja. Dapat gaji. Otomatis mereka tidak bisa berkumpul sesama mereka. Mereka berbaur dengan pekerja lain.
Sementara para lone Wolf ini ditangkap. Tidak juga dipenjara. Mereka tidak dipekerjakan di camp. Tetapi masuk program pendidikan ketrampilan, yang siap menjadikan mereka punya kompetensi untuk masuk lapangan kerja.
Yang ingin berwiraswasta usaha kreatif, diberikan informasi peluang usaha dan pelatihan mengenai product knowledge. Termasuk modal usaha. Setelah lulus proses training, mereka dipekerjakan di pabrik di luar camp. Sudah ada ribuan pabrik yang siap menampung mereka. Yang wirausaha diberi kios atau tempat di kawasan industri kecil.
Baca juga: Keruntuhan kapitalisme Barat oleh ekonomi gotong royong Timur
Amerika fitnah camp deradikalisasi
Tahun 2014 camp deradikalisasi itu dioperasikan. Camp itu dibuat diam-diam dengan anggaran miliaran dollar.
Namun akhirnya 2019 bocor di media massa. Siapa yang bocorkan? New York Times. Otomatis jadi issue international. Barat dan AS menuduh China melanggar HAM.
Tetapi China bijak. China engga ladenin. Justru China undang ormas islam seperti NU, Muhammdiyah datang berkunjung ke camp. Lihat sendirilah. Apa yang terjadi di camp. Benarkah yang ditulis Barat itu? Ternyata AS memang sebarkan hoax dan fitnah soal Xinjiang.
Apa yang terjadi kemudian? Tahun 2021. Praktis tidak ada lagi radikalisasi di Xinjiang. Para aktor intelektual sudah dipulangkan ke rumah. Mereka sekarang kesepian. Mengapa? karena para pengikutnya pada sibuk kerja dan wiraswasta.
Mesjid sepi pengunjung. Orang lebih suka sholat di rumah. Agama tidak lagi ada di ruang politik, tetapi masuk ranah privat menjadi karakter amanah, pekerja keras, dan kreatif. Mereka memakmurkan bumi lewat kerja bukan lewat congor. (***)