Oleh | Azmi Abubakar
Chrisye adalah anak ke-2 dari Lauw Tek Kang (ayah) dan Khoe Hiang Eng (ibu).
Beberapa bulan menjelang dirinya berpulang kepada Sang Pencipta, ia baru memberanikan diri untuk memberikan pengakuan atas keTionghoaannya dan penjelasan mengapa ia menyembunyikan jati dirinya yang sebenarnya, bahkan kepada anak-anaknya.
…..
Ketika duduk di bangku sekolah menengah, dirinya pernah diteriaki
“Cina! Cina! Cina!”
Tidak hanya itu, dia juga ditimpuki batu hingga kepalanya berdarah.
Sejak peristiwa traumatis tersebut, Chrisye menutup rapat-rapat identitas keTionghoaannya, karena merasakan itu sebagai beban.
Hampir tidak ada yang menyadari bahwa dia adalah seorang Tionghoa, termasuk penulis biografinya.
Chrisye adalah contoh korban akibat perlakuan diskriminasi yang sangat rasis.
Hal tersebut harus segera diakhiri, biadab sekali jika masih ditemukan ada diantara bangsa kita yang berkelakuan seperti itu.
……
Satu penyebab utama timbulnya tindakan diskriminatif, dari masyarakat adalah provokasi dari segelintir orang yang memanfaatkan situasi demi kepentingan pribadi dan menghalalkan segala cara untuk mencapainya.
Solusi yang dapat kita lakukan adalah: Bagi masyarakat, harus kita hadapi dengan menyampaikan/membuka akses informasi sebanyak-banyaknya mengenai peran dan jasa etnis Tionghoa di Indonesia
Hal ini sangat penting dan mendesak karena selama 32 tahun masa Orde Baru justru disembunyikan.
Sedangkan bagi segelintir orang yang memprovokasi timbulnya tindakan diskriminasi yang rasis tersebut, perlu diambil tindakan tegas dan segera diseret ke hadapan hukum yang berlaku di Republik Indonesia.
…….
Chrisye Penyanyi bersuara emas kebanggaan Indonesia….damailah engkau dengan Sang Pencipta, Yang Maha Kasih dan Sayang.
Kita seBangsa, seTanah Air dan setara!
Sumber:
1. Tionghoa Dalam KeIndonesiaan, 3 Jilid, latar belakang penulisan yang disampaikan oleh Almarhum Eddie Lembong.
2. Tempo, 8 Maret 1980