Di Singapura, Ternyata Jadi Taxi
PAK GM mendirikan Lembaga Sisingamangaraja XII, sekaligus sebagai Ketua Umum-nya.
Lembaga ini punya perwakilan di kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara, juga di Jakarta mau pun provinsi lainnya.
Beberapa wartawan—termasuk saya—mendapat tugas liputan dimana saja kegiatan lembaga tersebut digelar.
Saya mendapat giliran untuk tugas liputan terbentuknya perwakilan Lembaga Sisingamangaraja XII di Kota Binjai.
Pelantikan kali ini, sangat berbeda dengan pelantikan perwakilan sebelumnya.
Pak GM bersama istrinya mengendarai mobil baru produk Mercedes Benz dengan nomor polisi BK 9.
Seperti biasa, saat saya liputan akan berdampingan dengan fotografer Bang Antoni Teugoeh (yang sangat dipercaya Pak GM untuk mengabadikan setiap acaranya).
Singkat cerita, saya harus menyelesaikan tugas membuat laporan liputan kegiatan lembaga tersebut. Hasilnya sudah saya titipkan ke sekretaris pribadi Pak GM.
Lazimnya, saya tidak boleh meninggalkan kantor, sebelum ada sinyal bahwa laporan saya sudah sampai ke meja kerja petugas setting (yang mengetik ulang berita). Saya menunggu di ruang kerja wartawan di lantai 3.
Tidak berapa lama berselang, saya mendapat panggilan untuk menghadap Pak GM di ruang kerjanya.
“Laporanmu ini sudah lengkap, kenapa tidak kamu diskripsikan bagaimana saya turun dari mobil,” kata Pak GM.
“Saya tidak terpikir untuk mendiskripsikannya, Pak,” jawab saya.
Kemudian, Pak GM—tertangkap mata saya—menarik garis panjang di kertas laporan saya tersebut.
Pak GM menulis diskripsi yang dimaksudnya. Setelah selesai, Pak GM memerintah saya untuk keluar dari ruang kerjanya.
*****
SAAT duduk di ruang tunggu lantai 1—sudah pukul 04.00 WIB, subuh—Pak GM turun dari ruang kerja dan hendak pulang ke rumah Jalan Iskandar Muda.
“Andreas… kamu ikut mengantar saya pulang,” ajak Pak GM.
“Saya pulang naik apa nanti, Pak,” tanya saya.
“Nanti, kamu diantar kembali sama Syamsul (maksudnya supir pribadinya),” kata Pak GM.
Ya ampun, saya diajak naik mobil baru. Pak GM duduk di belakang, saya di depan. Bang Syamsul tersenyum.
“Kamu perlu merasakan bagaimana enaknya berada di atas mobil produk Mercedes Benz ini. Nanti, suatu saat ketika kamu sudah memiliki mobil, jangan lupa dengan saya, ajak juga saya merasakan enaknya berada di mobilmu,” kata Pak GM.
“Ya Pak…” jawab saya.
Pak GM pun, dengan bangga menjelaskan bahwa dia-lah yang pertama kali memiliki mobil sedan produk Mercedes Benz. Memang enak dan nyaman di dalam, apalagi AC-nya sangat menyejukkan.
Jarak dari kantor ke rumah Pak GM tidak begitu jauh, apalagi saat jalanan sepi, akan semakin cepat sampainya.
“Ingat, diskripsi itu perlu. Jangan abaikan,” kata Pak GM, sebelum turun dari mobil barunya.
Setelah Pak GM masuk ke rumah, benar saya diantar kembali ke kantor oleh Bang Syamsul.
*****
SEMINGGU kemudian, saya kembali diajak Pak GM untuk naik ke mobil barunya, mengantarkannya pulang dan mobil itu akan mengantar saya kembali ke kantor.
Dalam perjalanan, Pak GM bercerita bahwa dia baru kembali dari Singapura.
Di luar dugaan saya, Pak GM dengan blak-blakan menyampaikan informasi yang justru mengejutkan saya.
“Andreas, kamu tahu beberapa hari yang lalu, saya menyampaikan betapa bangganya memiliki mobil baru, dimana saya orang pertama sebagai pemiliknya,” kata Pak GM.
“Ya, Pak…” jawab saya.
“Tahukah kamu, kebanggaan saya itu hilang ketika berada di Singapura,” kata Pak GM.
“Kenapa begitu, Pak,” tanya saya.
“Di Singapura, mobil semewah ini dipergunakan untuk taxi. Jadi, kamu yang sepatutnya merasa bangga, sudah naik mobil mewah ini,” kata Pak GM sembari tertawa.
Saya hanya bisa tersenyum. Begitu juga Bang Syamsul. Ketika turun dari mobil mewah itu, masih sempat saya lihat Pak GM tersenyum.
“Pesan moral yang ingin saya sampaikan kepadamu, jangan pernah merasa cepat bangga dengan apa yang kamu dapatkan, karena rasa bangga itu dapat sirna secepatnya. Tetaplah merasa bersyukur,” kata Pak GM.
Ya, Pak GM.
By Ingot Simangunsong (Andreas Bresman MS)
Saya, lahir dan besar di Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara. Alumni SMA Negeri 3 Medan (1979) dan pernah kuliah di IKIP Medan (Jurusan Antropologi, 1982 – 1985).
Selama 35 tahun menjadi pegiat jurnalistik, bermula sebagai wartawan di Harian Sinar Indonesia Baru (SIB, Medan – 1988), Majalah Editor (Jakarta, 1990, selama 1 tahun, majalah ini dibredel pada rezim Soeharto), Majalah Kartini (Jakarta, 1992, selama 13 tahun untuk liputan Sumatera Utara – Nanggroe Aceh Darussalam), Suratkabar Mingguan Persada (Medan, sebagai Redaktur Pelaksana), Harian Global (Medan, 2006-2010, sebagai Redaktur Pelaksana), dan Suratkabar Mingguan Jarakpantau (Medan, 2011 – 2015, sebagai Pemimpin Redaksi).
Sekarang ini, saya sebagai pemilik, penanggungjawab dan penulis di mediaonline segaris.co.
Pegiat pergerakan @Rumah Gotong Royong (RGR) Sumut, mentor Gerakan Daulat Desa (GDD) Provinsi Sumatera Utara, inisiator @Pena Jokowi Centre Connection dan pengurus DPP Dulur Ganjar Pranowo (DGP)