PANGGILAN Pak Wali berubah menjadi Bu Wali, setelah Hj Susanti Dewayani ditetapkan Gubernur Sumatera Utara, Edy Rahmayadi sebagai Pelaksana Tugas Wali Kota Pematangsiantar.
Hj Susanti Dewayani, adalah Wali Kota ke-18 melanjutkan pengabdian membangun Kota Pematangsiantar yang sudah dilakukan pendahulunya OKH Salamuddin (1956), Djamaludin Tambunan (1960), Rakkuta Sembiring Brahmana (1960), Abner Situmorang (Juni-Agustus 1964), Pandak Tarigan (1964-1965), Tarip Siregar (1 November – 27 Desember 1966), Mulatua Pardede (1966), Laurimbah Saragih (1967), Sanggup Ketaren (1974), MJT Sihotang (1979), Djabanten Damanik (1984), Zulkifli Harahap (1989), Abu Hanifah (1994), Marim Purba (2000), RE Siahaan (2005), Hulman Sitorus (2010) dan Hefriansyah (2018).
Selamat pagi Bu Wali !!!
Tentu ada perubahan nuansa (dalam sentuhan akhir) realisasi membangun Kota Pematangsiantar lebih maju, lebih baik dan tentunya rakyatnya yang sejahtera.
Bu Wali, mengingatkan kita pada bagaimana sebuah keluarga terbangun, tertata dan terkelola dengan baik sehingga menjadi keluarga yang mumpuni dan panutan.
Harapan besar masyarakat Kota Pematangsiantar, sudah tentu telah melekat di pundak Bu Wali. Banyak hal yang membutuhkan percepatan penanggulangan, semisalnya masalah pemulihan ekonomi keluarga terdampak Covid-19, yang diikuti penanganan masalah kesehatan dan kebersihan.
Perempuan (Ibu) adalah tiang keutuhan keluarga, bukanlah sebatas ucapan. Itu adalah fakta yang tidak terbantahkan.
Bu Wali, ya demikian jugalah harapan masyarakat, dapat menjadi tiang keutuhan Kota Pematangsiantar sebagai kota pendidikan, kota kuliner, kota Adipura (terbersih) dan kota paling toleran.
*****
LiSA – Lihat Sampah Ambil – adalah gerakan moral yang Bu Wali perkenalkan sebagai cerminan bahwa segala sesuatu harus dimulai dengan kata bersih yang bertautan dengan hati nurani dan kesehatan.
Hati nurani dan kesehatan yang terjaga, akan melahirkan gerakan-gerakan lainnya dalam membangun Kota Pematangsiantar lebih maju, lebih baik, lebih unggul, lebih bermartabat dan rakyatnya semakin sejahtera.
LiSA menjadi langkah awal yang harus diimplementasi dengan keterbukaan semua pihak, terkhusus para pimpinan OPD.
Bu Wali – yang dokter spesialis anak – tentu sudah mendiagnosa dan menemukan pola yang lebih baik dalam menangani serta menumbuh-kembangkan gerakan LiSA.
Penantian selanjutnya, LiSA tidak hanya sebatas sebuah gerakan moral. Diharapkan dapat menguat dalam sebuah peraturan yang legal dan terukur.
*****
BU Wali, jika LiSA merupakan gerakan moral untuk kebersihan, sepatutnya juga untuk fokus melihat kondisi kekinian tempat pembuangan sampah akhir (TPA) yang di kawasan Tanjungpinggir, Kecamatan Siantar Martoba.
TPA tersebut sudah saatnya dikelola lebih profesional, untuk merubah gambaran ketidakseriusan dalam penanganannya selama ini.
Tentu, dengan didampingi para pimpinan OPD serta staf ahli mau pun tenaga ahli yang ada di lingkaran Bu Wali, penanganan masalah sampah dan gerakan LiSA akan semakin membumi. Demikian juga dalam membangun sinergi dengan para wakil rakyat di DPRD Kota Pematangsiantar terkait gerakan LiSA.
Memulai dengan gerakan LiSA merupakan langkah awal yang berdampak pada penguatan kembali Kota Pematangsiantar sebagai kota pendidikan, kota kuliner, kota Adipura dan kota toleran.
TPA Tanjungpinggir merupakan gerbang akhir hasil pergerakan LiSA, akan menjadi cerminan Kota Pematangsiantar bersih dan bersih. Atau adakah realisasi pengganti kawasan TPA yang akan dipersiapkan di kawasan lain, Bu Wali?
By Ingot Simangunsong