Bayi Tabung yang Menghebohkan
PIHAK RSUD dr Pirngadi Medan memperkenalkan program “Bayi Tabung” melalui konferensi pers, yang saya hadiri—karena saya berpos di sana—dan merupakan informasi menarik dan menjadi tumpuan bagi keluarga yang lama menunggu dan merindukan kehadiran seorang anak.
Saya menjalankan tugas liputan tersebut, dan membuat laporan yang sudah diserahkan kepada redaktur Pak Arifin Siregar.
Namun, keesokan harinya, hanya Harian SIB yang tidak menerbitkan hasil liputan masalah “Bayi Tabung” tersebut.
Koordinator Liputan, Pak Oslanto Tobing saat rapat proyeksi rencana liputan, sudah menanyakan saya soal berita tersebut, dan saya sudah menyampaikan jawaban bahwa hasil liputan sudah diserahkan kepada redaktur.
Kepada saya, diminta mempersiapkan diri untuk berhadapan dengan Pak GM. Saya tidak diijinkan untuk melakukan liputan apa pun karena Pak GM ingin bertemu.
Saya pun diminta untuk menunggu di ruang tunggu yang bersebelahan dengan ruang kerja Pak GM.
Tidak berapa lama, Pak GM muncul dan meminta saya masuk ke ruang kerjanya.
“Kamu sudah baca koran lainnya, apa yang berbeda dengan koran kita,” tanya Pak GM.
Saya jawab; “Sudah Pak… Koran kita tidak ada memuat berita terkait program bayi tabung.”
“Kenapa tidak kamu dapat, apa saja kerjamu di sana. Wartawan latteung kamu,” kata Pak GM.
“Maaf Pak, saya sudah buat laporannya, saya tidak tahu kenapa tidak diterbitkan,” kata saya.
“Benar itu, tunjukkan buktinya,” kata Pak GM.
“Ijin Pak, saya ambil copyannya di meja kerja saya,” kata saya sembari beranjak menuju ruang kerja wartawan di lantai 3.
Copyan berita itu, saya serahkan kepada Pak GM. Dibacanya dan kemudian berkomentar: “Laporanmu ini lebih lengkap dibandingkan apa yang ditulis wartawan lainnya yang terbit di media lain itu. Siapa redaktur yang tidak menaikkan beritamu ini.”
Pak GM memanggil sekretarisnya dan meminta agar dipanggilkan Pak Arifin Siregar yang saat itu sudah lebih awal berada di ruang kerja redaksi.
Pak Arifin Siregar, kemudian ditanya Pak GM terkait laporan saya yang tidak diterbitkan. Dimana kertas laporan berita saya, dan dengan perasaan kecewa, Pak GM meminta Pak Arifin Siregar untuk menerbitkan berita saya itu keesokan harinya dengan menerakan nama lengkap saya (by line story).
Kejadian berita “Bayi Tabung” yang menghebohkan itu, membuat saya harus sedikit salah tingkah, karena Pak Arifin Siregar menerima teguran keras di hadapan saya.
Begitulah Pak GM, yang sangat sensitif dan senantiasa membandingkan hasil liputan wartawannya dengan apa yang dikerjakan wartawan di media lainnya.
Yang pasti, jika wartawannya tidak mendapatkan informasi yang sedang hangat di Medan khususnya, dan di media lain dilihatnya, maka wartawan yang bertanggungjawab untuk itu, akan berhadapan dan menerima hukuman.
Tidak hanya itu—Pak GM yang sangat hafal dengan wartawannya—dapat mengetahui apakah si wartawan aktif atau tidak dalam melaksanakan tugas jurnalistiknya. Setiap wartawan, wajib membuat berita. Jika tidak mampu mendapatkan informasi untuk sebuah berita, Pak GM mengatakan, bahwa orang itu tidak pantas menyebut dirinya wartawan.
Seorang wartawan itu, kata Pak GM, harus kaya ide, kaya imajinasi, kaya perbendaharaan kata-kata dan mampu menuangkan informasi dengan bertutur yang baik sehingga mudah dicerna dan dipahami siapa pun yang membacanya.
“Kalau kamu tidak dapat seperti itu, wartawan latteung lah kamu,” kata Pak GM.
By Ingot Simangunsong (Andreas Bresman MS)