KOQ serasa dalam pusaran kampanye ya. Melakukan sesuatu dengan kesan pencitraan. Bukankah masa kampanye sudah lama sekali berlalu? Dan sudah masuk dalam fase kerja, kerja, kerja dan kerjakanlah.
Rakyat yang kemaren-kemaren sudah menyerahkan hak suaranya, saat ini sangat ternanti- nanti untuk eksekusi visi-misi yang dihore-horekan sebagai alat penggiring emosional dalam menjatuhkan pilihan.
Jangan pertontonkan gaya akrobatik, yang menggambarkan adanya kesibukan tenteng-menenteng gagasan atau konsep. Kalau faktanya, realisasi golnya eksekusi visi-misi tak menetas.
Para pemilik suara – rakyat yang sangat merindukan adanya perubahan yang signifikan – tentu dalam alur pikirnya hanya terkandung satu kata; KEBAIKAN.
Baik dalam peningkatan penghasilan. Baik dalam meningginya rasa empati. Baik dalam alur rasa sosial kemasyarakatan. Atau dalam kata populernya disebut, SEJAHTERA. Nah, kapankah itu? Barometernya seperti apa?
Tentu, jawabannya ada dalam kerangka berpikir si pemenang (kepala daerah), kira-kira seperti apa kekuatan daya melesat visi-misi yang sudah pernah tersampaikan itu, dapat menjadi alat pandu bagi rakyatnya.
Jangan pula dibalut bungkus visi-misi dengan program-program yang memiliki kekuatan menjadi atau dijadikan sebagai alat untuk mempelesetkan program sehingga terkesan layaknya komedian (lawak-lawak).
Mari merobah konsep kepatutan dari kacamata konstituen, dari pada lebih mendengarkan “nyanyian” para penjilat atau para kadal politik. Itu pun kalau masih “tergiur” untuk meneruskan kepemimpinan dengan memenangkan perolehan suara terbanyak.
Menjaga suara konstituen untuk bertahan atau menambahkan jumlah suara, adalah hal yang patut dipertimbagkan agar dapat memenangkan Pilkada serentak 2024. Itu pun kalau mau?
Kalau pun tidak tertarik untuk ikut di Pilkada serentak 2024, janganlah pula menunjukkan permainan akrobatik dalam membangun kabupaten/kota yang dipimpin. Tetaplah pada jalur komitmen bahwa membangun adalah kerja mulia.
Yuk untuk tidak mempertontonkan gaya akrobatik dalam membangun, karena yang paling awal terluka adalah para konstituen.
By Ingot Simangunsong