SERING tidur di kantor, ada juga sisi enaknya, karena dapat lebih sering berkomunikasi dengan 9 redaktur yang mulai pukul 17.00 Wib hingga larut malam berada di ruang khusus yang berseberangan dengan ruang kerja Pak GM.
Kesembilan redaktur itu, Pak MD Wakkary, Pak RM Hutagalung, Pak Arifin Siregar, Pak Oslanto Tobing, Pak Nazar Efendi Erde, Pak Marganda Tobing, Mas Bambang Eka Wijaya, Pak M Zaki Abdullah dan Bang Michael Pasaribu. Ada juga Bang Janata Sitinjak dan Bang Jamail Siallagan.
Yang lebih seru, ya dapat bertemu dengan Pak GM, yang setiap hari pulang menjelang subuh, setelah melihat hasil cetak Harian SIB sebelum didistribusikan.
Saya, ya salah satu dari sekian banyak anggota redaksi yang sering dipanggil masuk ke ruang kerjanya. Tentu, hal itu setelah Pak GM selesai memeriksa setiap berita yang akan diterbitkan.
Kadangkala, saya temui Pak GM sedang berada di ruang lay-out, melihat dan mengawasi petugas lay-out.
Pak GM memang luar biasa. Walau aktif dari pagi hingga subuh, tetap kelihatan segar bugar.
Tidak kelihatan ekspresi lelah di raut wajahnya. Serta saat bicara apa pun masih kelihatan tetap fokus.
Sekali waktu, saat sama-sama berada di ruang lay-out, Pak GM mengajak saya untuk ikut ke ruang kerjanya.
Beda dengan hari-hari sebelumnya, kali ini, saya duduk berhadapan dengan Pak GM di meja kerjanya yang cukup lebar.
“Sesekali, kamu minum tuak atau bir, biar kelihatan bersemangat, tidak loyo,” kata Pak GM yang biasanya minum bir San Miguel itu.
Benar saja, sekretaris pribadinya yang masih berada di kantor, dimintanya untuk menyediakan bir San Miguel untuk kami berdua. Ya, saya pun menikmati bir tersebut.
Saya tidak tahu, apa maksud dari ajakan Pak GM tersebut. Apa yang ingin disampaikan Pak GM kepada saya. Dan, saya tidak berani menanyakannya.
Setelah sama-sama menenggak sedikit bir yang berada di dalam gelas, Pak GM pun bersuara.
“Kamu tahu, perjalanan hidup saya di dunia wartawan ini, juga mengalami masa-masa yang menyakitkan dan penuh rintangan,” kata Pak GM.
Diceritakannya, bahwa dunia wartawan mulai digelutinya saat berada di Sibolga. Pak GM menjadi koresponden Harian Waspada.
Karena perkembangan kemampuan jurnalistiknya yang semakin mumpuni, kata Pak GM, ia pun diminta pimpinan Harian Waspada Muhammad Said untuk datang ke Medan. Tentu saja, tidak hanya sekadar datang, tetapi diminta untuk pindah tugas di Medan.
Pak GM pun memenuhi tawaran tersebut, karena peluang itu akan menjadikannya semakin bertumbuh.
“Jadi, saya pernah wartawan Waspada. Itu tidak dapat saya lupakan, karena Waspada yang memberikan kesempatan sekaligus membesarkan saya sebagai seorang wartawan profesional,” kenang Pak GM.
Namun, karena sesuatu hal yang sangat prinsipil, Pak GM mengundurkan diri dari manejemen Harian Waspada, untuk selanjutnya menjadi perwakilan Harian Sinar Harapan (terbitan Jakarta).
Pak GM, sebagai perwakilan Harian Sinar Harapan, dengan segala potensi yang dimilikinya, berhasil meningkatkan oplah Harian Sinar Harapan, khususnya di Sumatera Utara.
“Sinar Harapan besar, dan diperhitungkan sebagai media nasional yang melebarkan distribusinya di Sumatera Utara,” kata Pak GM.
Tetapi, waktu menginginkan sesuatu yang lain harus terjadi dalam perjalanan hidup Pak GM yang jatuh sakit dan harus menjalani masa perawatan di salah satu rumahsakit dalam waktu yang cukup lama.
“Tahukah kamu apa yang terjadi. Saat saya dalam perawatan di rumahsakit, saya diberhentikan sebagai kepala perwakilan Harian Sinar Harapan. Surat pemberhentian itu disampaikan saat saya masih di rumahsakit. Sangat menyedihkan sekali,” kata Pak GM.
Situasi yang dirasakan sangat menyakitkan itulah, yang memotivasi Pak GM untuk menerbitkan suratkabar Harian Sinar Indonesia Baru, yang lebih dikenal dengan sebutan Harian SIB.
“Perjalanan hidup yang menyakitkan itu, mendorong saya untuk menerbitkan media massa baru, yang saya beri nama Sinar Indonesia Baru. Saya harus memiliki media sendiri, agar lebih bebas menuangkan gagasan, ide dan informasi yang sangat diperlukan masyarakat Medan dan Sumatera Utara, bahkan seluruh Indonesia,” kata Pak GM.
Pak GM mengungkapkan, dengan terbitnya Harian SIB, ia ingin menunjukkan bahwa ada orang Batak yang punya kemampuan untuk menerbitkan media cetak, yang akan tetap eksis sepanjang zamannya.
Kemudian, Pak GM menyampaikan, “Tahu kenapa hal ini saya ceritakan kepadamu…Agar kamu dapat memahami bahwa segala sesuatunya itu harus dimulai dari tidak ada menjadi ada, bahkan harus melalui proses panjang yang boleh jadi menyakitkan seperti yang saya alami.”
Pak GM pun mengingatkan saya, agar mempersiapkan mental yang kuat, tidak gampang tergoyahkan oleh uang untuk menerbitkan atau tidak menerbitkan berita apa pun, dan harus tahan lapar.
“Tugas wartawan itu, mengumpulkan informasi dengan data yang lengkap, akurat dan dapat dipercaya. Yang tidak kalah penting, ditulis dengan bahasa yang santun dan gampang dicerna pembaca, sehingga mereka dapat memahami tentang informasi yang kamu sampaikan,” kata Pak GM.
Ya, malam itu memang menjadi malam yang sangat berkesan bagi saya.
Pertemuan yang hampir dua jam itu, merupakan pembekalan yang sangat berharga sekali.
Tidak saya sangka, jika saya mendapatkan kesempatan untuk mendengarkan perjalanan hidup Pak GM dan bagaimana ia termotivasi untuk menerbitkan Harian SIB.
Terimakasih Pak GM, guru jurnalis dan mentalku!!!
By Ingot Simangunsong (Andreas Bresman MS)