Rasa Humor, Kucing Kesiram Air
PAK GM—yang senantiasa dipanggil Ketua itu—postur tubuhnya tinggi kekar, rambut senantiasa disisir lurus, dan berwibawa.
Saat masuk kantor, ia senantiasa berhenti di setiap ruang divisi yang dilintasinya, dan selalu ada dialog dengan karyawan, wartawan dan siapa pun yang ditemuinya. Banyak hal yang ingin diketahuinya, soal kerapian, kebersihan dan lainnya.
Terhadap karyawan dan wartawan yang tidak disiplin dan tidak menjalankan tugas yang diemban, akan ditegurnya dengan nada keras.
Kalau sudah melampaui batas toleransi, Pak GM dengan tegas mengatakan, “Kupecat You…” Jika dua kata tersebut terlontarkan, maka berakhirlah nasib si karyawan atau wartawan tersebut.
Sekali waktu, saya—bersama wartawan pemula lainnya, yakni almarhym Ulamatuah Saragih, almarhum Sori Gumusar Simare-mare, Dermawan Sembiring, Bengkel Ginting, Timbul Jese Simorangkir dan lainnya—dipanggil ke ruang kerja Pak GM.
Kami yang masih baru di dunia kewartawanan—dan belum pernah ketemu secara langsung dan khusus dengan Pak GM sebagai pemimpin umum/pemimpin redaksi—kelihatan grogi, dan duduk loyo sembari menundukkan kepala.
Pak GM yang kelihatan sibuk membaca berkas-berkas di meja kerjanya, membiarkan kami duduk dengan suasana hati masing-masing.
Kepada kami, para senior dan karyawan lainnya, sudah mengangin-anginkan, bila dipanggil Pak GM, harus siap mental. Ya, begitulah, ada nuansa sangar yang digambarkan tentang Pak GM.
Usai dengan pekerjaannya, Pak GM melepas pandangannya ke arah kami yang duduk di hadapannya. Kami duduk di kursi mewah, dimana Pak GM biasa menerima tamunya.
Sungguh, saya pada saat itu, tidak berani beradu pandangan dan menunduk. Para teman lainnya, saya rasa melakukan hal yang sama.
Namun, di luar dugaan, kami mendengar suara tawa pendek dari Pak GM.
“Ha…ha…ha… kalian seperti kucing kesiram air.”
Pak GM pun, meminta kami untuk duduk dengan posisi tegak dan dalam suasana santai.
Mendengar perintah tersebut, kami secara serentak merubah posisi duduk menjadi tegak lurus dan mengumbar ekspresi wajah rileks.
“Kalau kalian tidak tegak dan tidak berani bertatapan dengan saya, bagaimana kalian menghadapi narasumber yang mau diwawancarai,” kata Pak GM.
Saya berpikir, ternyata Pak GM punya rasa humor juga.
Setelah itu, kami dengan setia mendengarkan berbagai nasehat dan masukan untuk persiapan menjadi seorang wartawan Harian SIB.
Pak GM mengingatkan bahwa kami sudah menjadi bagian dari keluarga besar Harian SIB. Koran SIB sudah cukup dikenal, dan dalam menyajikan berita selalu disertai data akurat.
Pak GM meminta kami untuk tetap menjaga nama baik, tidak berprilaku macam-macam, tidak mengintimidasi, wartawan bukan penegak hukum, wartawan bukan hakim, wartawan tugasnya menyampaikan dan menyajikan informasi yang mendidik, menghibur dengan data yang akurat serta dapat dipercaya.
Secara moral, Pak GM meminta kami untuk memiliki loyalitas, tidak gampang menyerah, tidak takut lapar, memiliki kesabaran tinggi dan menguasai permasalahan yang hendak dikonfirmasi.
Yang paling penting dari semua yang disebutkan, Pak GM menyampaikan, bahwa seberapa lengkap pun data yang terkumpulkan, semuanya sangat tergantung pada seberapa hebat kemampuan kami menyajikannya dalam bentuk berita.
Artinya, sebanyak dan selengkap apa pun data, tidak akan berarti apa-apa jika seorang wartawan tidak mampu menuangkannya dalam tulisan dengan gaya bertutur yang menarik dan enak dibaca.
Pak GM menyebutnya sebagai kemampuan menuturkan sesuatu data dengan runut dan baik sebagai sebuah informasi, sehingga redaktur sebagai penanggungjawab rubrik merasa tertarik untuk melaksanakan tugas pengeditan.
Kemampuan bertutur yang baik, akan semakin menguatkan tampilan sajian informasi yang akan disampaikan kepada pembaca.
Tutur yang baik dan runut, akan menggiring pembaca untuk membaca habis informasi yang dibutuhkannya.
Kemudian, Pak GM meminta kami untuk memiliki rasa tanggungjawab terhadap tugas kejurnalistikan yang sudah dipercayakan Harian SIB.
By Ingot Simangunsong (Andreas Bresman MS)