SEBAGAI jurnalis pemula—masih lajang—saya lebih sering tidur di kantor, persisnya di lantai 3 ruang kerja para wartawan.
Tentu, di laci meja kerja, sudah tersedia handuk, sikat gigi, sabun mandi, odol gigi dan kemeja ganti.
Memasuki masa kerja 3 bulan—Bang Carlie Samosir yang biasanya ngepos di Makodam I/BB, tugas jurnalistik ke Bandung atas undangan PT Indosat—Pak Oslanto Tobing, Koordinator Liputan, meminta saya mempersiapkan diri untuk tugas ke Lhokseumawe, Aceh, untuk liputan pengapalan perdana ekspor Pupuk Iskandar Muda bersama rombongan wartawan yang ngepos di Makodam I/BB.
Tugas pertama yang membingungkan
Ini tugas pertama—yang sekaligus membuat saya merasa kebingungan untuk melaksanakannya—karena sama sekali masih buta dalam menulis rangkuman berita yang dihadiri sejumlah menteri dan pejabat tinggi lainnya.
Bergabung dengan wartawan senior dari sejumlah media terbitan Medan, yang mewakili Harian Waspada, Analisa, Sinar Pembangunan (sekarang Medan Pos), Mimbar Umum, dan Harian Bukit Barisan (sudah tutup), saya benar-benar kewalahan karena belum paham.
Ditambah lagi, jumlah jurnalis yang bertugas semakin banyak, karena kedatangan teman-teman dari media terbitan Jakarta, seperti Harian Kompas, kantor berita Antara, Suara Karya dan lainnya.
Ketika itu yang menyampaikan kata sambutan ada sejumlah menteri, direktur Pupuk Iskandar Muda, Gubernur Aceh, Pangdam I/BB.
Kebingungan yang memenuhi ubun-ubun, membuatku tidak dapat mencatat semua kata sambutan tersebut dan tidak memiliki foto, apalagi merekam (karena saya memang tidak dibekali alat rekam dan kamera).
Membandingkan dengan media lain
Keesokan harinya, ketika Harian SIB terbit, dengan berita utama pengapalan perdana Pupuk Iskandar Muda, redaktur almarhum Arifin Siregar membandingkan hasil liputan saya dengan media lokal dan nasional.
Almarhum Arifin Siregar, memanggil saya. Ia menyampaikan bahwa Pak GM merasa sangat kecewa membaca hasil liputan saya yang demikian dangkal.
Pak GM—menurut almarhum Arifin Siregar—setiap pagi membaca seluruh media lokal dan beberapa media nasional.
Dari hasil membaca sejumlah media itulah, Pak GM melakukan evaluasi bandingan hasil kerja tim redaksi Harian SIB dengan media lainnya.
Karena kesalahan tersebut, kemudian kepada saya diserahkan 6 media terbitan lokal dan dua terbitan nasional.
Saya ditugaskan untuk membaca seluruh media tersebut, setelah itu membuat rangkuman berkaitan dengan pengapalan perdana tersebut.
Hukuman monitoring berita
Tidak hanya itu, saya diharuskan menjalani hukuman untuk melakukan monitoring berita di televisi dan radio.
Kemudian membaca berita dari kantor Antara, yang pada masa itu, dikirim dengan telex, yang setiap pengiriman mengeluarkan suara berisik.
Hasil monitoring itu harus diketik ulang. Sementara untuk berita dari kantor berita Antara yang kertasnya terjuntai panjang, saya harus melakukan penyortiran berita sesuai dengan rubrikasi yang ditangani para redaktur.
Hasil sortiran itulah, yang saya serahkan kepada penanggungjawab rubrikasi, misalnya berita Olahraga, Daerah, Nasional, Luar Negeri, Budaya, Hiburan (Artis dan Musik), Opini dan Ekonomi. Termasuk juga menyortir foto-foto dari kantor berita Antara.
Semangat menjalani hukuman
Namun, almarhum Oslanto Tobing, sebagai Koordinator Liputan yang menugaskan saya, memberi semangat untuk menjalani masa hukuman.
Ia mengingatkan saya, bahwa hukuman tersebut akan semakin mematangkan kemampuan jurnalistik ke arah yang lebih baik.
Hukuman yang ditetapkan Pak GM tersebut, harus dilaksanakan, dan tidak dapat dibantah, karena setiap waktu tertentu, Pak GM senantiasa menanyakan siapa yang monitoring.
Adakalanya, Pak GM menanyakan kepada setiap yang menjalani hukuman atau petugas monitoring, berita apa yang sedang hangat.
Tidak hanya sebatas menanyakan saja. Ketika Pak GM merasa tertarik dengan judul yang dibacakan, ia meminta dibacakan isi berita secara keseluruhan.
Benar yang dikatakan almarhum Oslanto Tobing, apa pun hukuman yang ditetapkan Pak GM, manfaatnya sangat besar bagi yang mau menjalankan dengan baik.
Bagi saya, dengan melaksanakan tugas atau hukuman monitoring televisi dan radio, mau pun menyortir berita dari kantor berita Antara, merupakan proses pematangan dalam membuat laporan jurnalistik.
Pelajaran yang saya dapat adalah, terkait masalah kemampuan mengelola data yang terkumpul dari para nara sumber, dengan cara bertutur yang baik, yang membuat nara sumber mau pun pembaca, dapat mengerti dan memahami informasi yang diberitakan.
Hukuman atau tugas monitoring radio dan televisi, serta menyortir berita dari kantor berita Antara—yang diwajibkan Pak GM—merupakan pendidikan jurnalistik, yang tidak boleh dipandang sebelah mata.
Pak GM—dalam pertemuan dan perbincangan singkat—selalu menyampaikan pesan “Andreas, dengan banyak membaca, kamu akan memiliki banyak perbendaharaan kata, dan kuat data. Kamu harus ingat itu.”
Dan saya senantiasa mengingatnya. Kemudian berterimakasih atas hukuman yang sangat bermanfaat tersebut.
By Ingot Simangunsong (Andreas Bresman Simangunsong)