Oleh | Tito Gatsu
Agama adalah fasisme gaya baru
Di Indonesia memang sedang terjadi kejahatan atas nama agama dengan terus menerus yang dilakukan para koruptor dan politikus busuk yang didukung para ulama abal- abal.
Mereka hanya mementingkan diri sendiri tanpa pernah memikirkan bangsanya bahkan terhadap fitnah video editan Roy Suryo saja sangat militan. Memang telah terjadi kerusakan moral yang sangat parah di Indonesia yang dimotori PKS dan Partai Demokrat.
Banyak elit politikus busuk di Indonesia yang terlihat jelas sebagai pelaku pembodohan rakyat terutama politikus asal PKS dan Demokrat.
Mengapa saya berani mengatakan mereka melakukan pembohongan umat?
Coba bayangkan, Indonesia ini adalah Negara yang berideologi Pancasila dan menentang berbagai bentuk fasisme. Tetapi mereka sangat getol memecah belah rakyat. Bahkan mendukung seseorang dan organisasi yang terang-terangan membela teroris, mendukung ISIS menghina tokoh-tokoh Nasional bahkan Presiden yang dipilih rakyat dalam pemilu secara demokratis. Mereka seenak perutnya berkata tanpa memikirkan rakyat juga terluka dengan omongan mereka.
Sungguh memalukan bahwa kita harus melihat kejahatan dalam setiap aspek kehidupan kita.
Bahkan ketika kita berpikir agama akan menjadi solusi untuk menegakkan kemanusiaan dan membuatnya damai, yang terjadi justru sebaliknya.
Tapi ini bukan bagian terburuknya. Terkadang agama berkontribusi pada kekerasan karena beberapa agama mengajarkan konsep pengorbanan diri apalagi diterima orang-orang bodoh yang tak mau belajar rasional.
Suka atau tidak di Indonesia agama sudah menjadi model fasisme gaya baru.
Contoh sempurna kejahatan atas nama agama
Kita telah menyaksikan ini dalam banyak kesempatan; seperti pelaku bom bunuh diri yang langsung membunuh ratusan orang.
Contoh sempurna dari ini adalah insiden 911 ketika para pembajak yang bertanggung jawab atas pembunuhan lebih dari 2.000 orang mengikuti ajaran agama pemimpin Al-Qaeda Osama Bin Laden.
Atau ketika bom Bali meledak di Sari Club dan Paddys Club yang menewaskan lebih dari 200 orang yang dilakukan oleh kelompok Jama’ah Islamiyah yang justru pemakaman para teroris setelah eksekusi matinya mendapatkan keistimewaan, mendapatkan pengawalan bak pahlawan dengan helikopter dan spanduk bertuliskan jihad dan syuhada ada dimana-mana seolah- olah mereka pahlawan.
Sungguh miris kelompok teroris mendapat perlakuan bak pahlawan. Itulah yang dinamakan agama sebagai konsep kuda perang.
Agama dan kejahatan bisa berjalan bersama
Di Indonesia ini memang sudah kritis pemikiran karena mabuk Agama. Buktinya banyak ulama dan politikus yang ngawur dari mulai setiap hari memecah belah bangsa hingga membela teroris! Kita lihat saja contohnya Fadli Zon yang jadi anggota partai pendukung pemerintah tapi sikap dan ucapannya selalu mengeluarkan kebencian terhadap pemerintah dan hal ini yang membuat kita takkan pernah percaya kepada sosok Prabowo Subianto.
Sangat mengerikan melihat bagaimana agama dan kejahatan berjalan bersama seperti pecikan api dan minyak.
Karena itu, demi kemanusiaan kita harus mengakhiri semua kekerasan ini, terutama penganiayaan terhadap manusia karena agama.
Sebuah cara untuk mengakhiri penganiayaan agama belum datang tetapi sementara itu orang harus bertanya; apa contoh penganiayaan agama yang paling menonjol saat ini? Mungkinkah mereka dicegah? Apa yang harus dilakukan setelah mereka?
Contoh-contoh penting penganiayaan agama saat ini setelah peristiwa Perang Dunia ke 2 dengan tragedi holloclaust yang membunuh jutaan orang.
Menurut penulis besar Paul Marshall, dapat ditemukan di seluruh dunia. Mulai dari negara-negara Islam hingga komunis, di seluruh dunia selalu ada kejahatan agama.
Penganiayaan yang dilegalkan negara
Saya tidak perlu bicara politisasi agama di Indonesia tapi saya coba mengajak berpikir secara obyektif .
Penganiayaan negara secara langsung, yang berarti penganiayaan oleh pemerintah, terlihat di Arab Saudi di mana ekspresi agama Islam non-Islam atau pembangkang dilarang (Marshall, 1998).
Pertemuan Kristen dilarang, kebaktian sesuatu hal yang dilarang, hal ini terjadi pula di beberapa daerah di Indonesia.
Setiap orang Saudi yang berusaha meninggalkan agama Islam menghadapi kemungkinan kematian yang sebenarnya (Marshall, 1998).
Orang tidak akan berpikir bahwa di abad ke-21 kita masih akan memiliki negara-negara di mana pemerintah mereka sendiri yang bertanggung jawab atas penganiayaan agama.
Arab Saudi memilih teokrasi yang berarti bahwa itu sebenarnya adalah agama yang mengatur cara-cara negara itu, dan jika seseorang bukan bagian darinya, nyawanya sendiri akan dalam bahaya.
Sayangnya bukan satu-satunya negara di dunia di mana agama menghadapi penganiayaan.
Ini kembali ke pertanyaan yang diajukan sebelumnya, bagaimana kejahatan itu bisa dicegah jika pemerintah justru sebenarnya berada di baliknya.
Ini adalah masalah yang sedang terjadi di dunia kita dan jutaan orang tidak mengetahuinya. Sungguh luar biasa bahwa menurut penelitian yang dilakukan Marshal tahun 2019, lebih dari 200 juta orang di lebih dari 60 negara diingkari hak asasinya hanya karena satu alasan: mereka adalah orang Kristen dan ada 80% penduduk Israel sebagai musuh semua negara.
Dunia tidak bisa terus seperti ini. Orang-orang harus menyadari apa yang sedang terjadi terlepas dari apakah mereka beriman atau tidak. Sistem peradilan di negara-negara itu harus tegak, membersihkan hukum sipil mereka dan membiarkan hak asasi manusia terjadi.
Semoga Pemerintah dan masyarakat lebih mengutamakan kemanusiaan dan tetap berpegang kepada Pancasila sehingga akan terwujud Indonesia baldatun thayyibatun wa rabbun ghafûr , sebuah Negeri yang damai dan penduduknya harmonis selalu penuh rasa syukur kepada Tuhan.
Salam kedaulatan rakyat.