Oleh | Tito Gatsu
Definisi political mainstream, menurut Harper Collins LLC, sebuah lembaga kajian pers terbesar di dunia adalah: tindakan atau aktivitas yang berkaitan dengan pencapaian dan penggunaan kekuasaan di suatu negara atau masyarakat.
Mainstream adalah orang, aktivitas, atau ide yang menjadi bagian dari arus utama, dianggap sebagai yang paling tipikal, normal, dan konvensional karena mereka termasuk dalam kelompok atau sistem yang sama seperti kebanyakan orang lain dari jenisnya.
Political mainstream di Indonesia
Jadi, political mainstream di Indonesia adalah sebuah kegiatan politik yang sudah menjadi kebiasaan dilakukan oleh kelompok politisi dan menjadi arus utama yang sudah menjadi budaya diantara para politisi.
Bisa saja, hal ini menyimpang tapi sudah menjadi kebiasaan yang membudaya seperti KKN dan politik transaksional bahkan mempertahankan fasisme untuk mengelabui demokrasi dan kedaulatan rakyat.
Sedangkan anti mainstream dalam politik di Indonesia adalah sebuah tindakan yang bertentangan dari political mainstream tersebut.
Baiklah, saya mengambil pendapat simpel saja, bahwa political mainstream di Indonesia adalah kompromi politik yang sudah menjadi arus utama untuk mempertahankan kedaulatan di tangan politisi (anti demokrasi) sedangkan anti mainstream berusaha menjalankan politik demokrasi atau menjadikan rakyat Indonesia berdaulat (demokrasi).
Sejarah political mainstream dan munculnya generasi bodoh
Bagaimana sejarah political mainstream di Indonesia? Tidaklah terlalu mengherankan ketika hoax dan fitnah menyerang seseorang yang beseberangan dengan generasi penerus Orde Baru atau makian-makian yang jauh dari etika yang disematkan pada yang berbeda pendapat, kemudian juga cara kekerasan dengan pengeroyokan serta sifat emosional yang mudah meledak karena itulah yang diwariskan Suharto dan Orde Baru. Bagaimana kita bisa menampilkan generasi yang berbudi luhur jika dibangun dari kebohongan dan kejahatan kemanusiaan?
Akhirnya munculah generasi bodoh, buta politik, pendebat yang tanpa pernah mengakui kesalahannya seperti juga saat jatuhnya Suharto pada tahun 1998, seperti runtuhnya sebuah piramida yang kelihatannya kuat namun dibangun dengan tiang-tiang yang rapuh, kelihatan kokoh dari luar, hanya sebagai tampilan saja.
Tanpa pernah disadari kehidupan generasi muda Indonesia menjadi generasi yang manja, mudah mengeluh, menyalahkan orang lain, takut untuk bicara kebenaran, tak perduli politik.
Hal itu tampak jelas dengan hilangnya kepribadian dan cara berpikir yang maju terutama dalam hal politik di negara kita.
Bagaimana generasi muda pada masa Orde Baru menjadi generasi apatis, setiap saat dicekoki penataran P4 yang merupakan program cuci otak rezim Orba bahkan dimasukkan dalam Garis Besar Haluan Negara. (***)